Sabtu, 28 April 2012

Lalai


Sampai Kapan Kelalaian Ini Berakhir
Sesungguhnya ghaflah (lalai, terlena) adalah racun yang sangat mematikan, dan penyakit yang sangat berbahaya, yang dapat menguasai hati, merasuk mencengkram jiwa, serta menawan/melumpuhkan angota badan.
Saat ini kebanyakan manusia hidup dalam kelalaian yang nyata dari (mengingat) Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kampung akhirat. Dunia dan seluruh perhiasannya telah menjebak mereka, angan-angan tak karuan sudah menipunya, dan mereka telah disetir oleh keinginan-keinginan jelek, setan serta hawa nafsu yang selalu menyuruh kepada perbuatan tercela, namun dengan ini semua mereka masih mengira bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya perbuatan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya)." (Al Anbiyaa' :1)
Mayoritas manusia dalam keadaan lalai
Al Imam Ibnu Al Qayyim rahimahullah berkata: Dan barangsiapa memperhatikan keadaan manusia, maka dia pasti dapatkan mereka seluruhnya –kecuali sedikit saja- merupakan golongan orang-orang yang hatinya lalai dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta'ala, mereka mengikuti hawa nafsunya, sehingga urusan-urusan dan kepentingan mereka terabaikan, yaitu mereka kurang perhatian terhadap hal-hal yang mendatangkan manfaat dan membawa kemashlahatan baginya, sedang mereka menyibukan diri dengan hal-hal yang sama sekali tidak bermanfaat baginya, bahkan justru mendatangkan malapetaka bagi mereka, baik sekarang maupun di masa mendatang.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman-walaupun kamu sangat menginginkannya." (Yusuf: 103)
Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala, artinya: "Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Al An'am : 116)
Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala, artinya: "Dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (Yunus : 92)
Namun apakah lalainya kebanyakan manusia dari Allah dan dari hari kemudian itu merupakan hujjah bagi orang-orang yang lengah dan suka main-main ? Sama sekali tidak…..Itu bukan hujjah bagi mereka, bahkan menjadi hujjah atas mereka, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengutus para Rasul, mereka mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala saja yang tidak ada sekutu baginya, dan meninggalkan jalan-jalan kelengahan dan kesesatan, begitu juga Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan kitab-kitab yang di dalamnya mengandung peringatan dari sikap lalai dan semua pintu-pintunya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hati-mu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai ." (Al Araf : 205)
Al Imam Abu Muhammad Al Qushariy berkata : Sungguh Allah Subhanahu wa Ta'ala telah melarang manusia berbuat lalai, dan Dia telah memerintahkan agar selalu mengingat-Nya setiap saat, Dia berfirman, artinya: "Berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah dzikir yang sebanyak-banyaknya." (Qs: Al-Ahzab: 41)
Dan berfirman, artinya: "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring" (Qs: Ali Imran: 191)
Siksa bagi orang yang lalai
Orang-orang yang lalai mendapatkan sangsi di dunia dan sangsi di akhirat:
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang ummat Nabi Musa as tatkala mereka mendustakan dan menyakitinya, artinya: "Kemudian Kami menghukum mereka, maka Kami tenggalamkan mereka di laut disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami itu." (Qs: Al-A'raf: 136)
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan neraka Jahannam yaitu tempat siksaan di akhirat sebagai tempat kembali dan tempat tinggal bagi orang-orang yang lalai, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman, artinya: "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manuia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunaknnya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (Qs: Al-A'raf:179)
Ayat ini menjelaskan bahwa tempat akhir orang-orang yang lalai adalah Jahannam disebabkan mereka memiliki hati, namun hatinya sangat keras, tidak pernah tersentuh dan terenyuh, serta tidak tergerak sedikitpun dengan mau'idhah (wejangan), dia bagaikan batu, bahkan lebih keras.
Mereka memiliki mata yang mampu melihat pemandangan dhahir (luar) segala sesuatu, namun tidak mampu melihat dengannya hakikat segala urusan, dan tidak mampu dengannya membedakan antara yang bermanfaat dengan yang membahayakan.
Dan mereka memiliki telinga yang dengannya mereka mendengarkan suara-suara kebatilan, seperti dusta, nyanyian, kata-kata kotor, ghibah, dan namimah, dan mereka tidak mengambil manfaat dengannya dalam mendengarkan hal yang benar dan jujur yang berupa kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala dan sunnah Rasul-Nya Shallallaahu alaihi wa Sallam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami. Mereka itu tempatnya ialah neraka disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan." (Yunus : 7-8)
Dan Dia Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang adzab orang-orang yang lalai di Jahannam, "Dan telah dekat kedatangan janji yang benar (hari berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang kafir. (Mereka berkata), "Aduhai, celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang dzalim. Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya." ( Al Anbiya : 97-98)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga memberitahukan bahwa kelalaian itu bila telah menguasai hati menyebabkan seseorang ridla dengan kekufuran, dadanya merasa tenteram dengannya, pintu-pintu hidayah tertutup, dan terkuncilah hati itu, wal 'iyadzu billah, sehingga taubat dan hidayah sangat sulit tercapai, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasannyAllah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran, dan penglihatan-nya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai." (An Nahl :106-108)
Lalai sebab segala kejelekan
Al Imam Ibnu Al Qayyim berkata : Dan lalai dari (mengingat) Allah Subhanahu wa Ta'ala dan hari kemudian bila berpasangan dengan mengikuti hawa nafsu maka terlahirlah dari keduanya segala macam keburukan, dan umumnya bergabung antara keduanya dan tidak pernah terpisahkan.
Barang siapa memperhatikan kerusakan situasi alam ini, secara umum maupun khusus maka dia bakal mendapatkannya sebagai akibat dari kedua hal ini.
Kelalaian menjadi penghalang antara seseorang dengan kemampuan memandang kebenaran, mengetahuinya, dan memahaminya, sehingga ia termasuk dalam jajaran orang-orang yang sesat.
Tanda-tanda lalai
Saudaraku tercinta, lalai itu memiliki banyak tanda, dikala kita melihat salah satunya ada dalam diri kita, maka ketahuilah sesungguhnya kita dalam bahaya, cepatlah koreksi diri, kejarlah ketinggalan, dan mulailah menanggulangi tanda-tanda ini dengan cara-cara yang disyari'atkan agar kita mampu melepaskan diri dari cengkaramannya sepanjang masa. Dan di antara-tanda itu adalah :
1.      Menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan inilah fenomena kelalaian yang paling besar.
2.      Kufur, fasiq, dan nifaq.
3.      Melakukan perbuatan-perbuatan keji, seperti zina, sodomi, minum-minuman keras, dan lain sebagainya.
4.      Menyia-nyiakan shalat, dan menye-pelekan waktu-waktunya, serta (meninggalkan)mendirikannya secara berjamaah di mesjid.
5.      Sedikit mengingat Allah Subhanahu wa Ta'ala.
6.      Sedikit membaca Al Qur'an.
7.      Meninggalkan berdoa, dan berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
8.      Mencintai dunia, dan menyibukan diri untuk mengumpulkannya dengan berbagai cara.
9.      Tasyabbuh (menyerupai) dengan musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik dalam hal pakaian, cara hidup, dan penampilan.
10.  Berteman dengan orang-orang jahat, dan orang yang tidak mau mengingatkannya kepada Allah.
11.  Menyia-nyiakan waktu dalam hal yang bukan termasuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
12.  Terlalu banyak makan, minum, tidur, dan bergaul, karena itu semua menyebabkan rusaknya hati dan malasnya anggota badan dari melaksanakan berbagai macam ketaatan.
13.  Mendengarkan lagu-lagu, dan menonton siaran parabola yang beracun.
14.  Tidak hati-hati dalam segala hal yang berkaitan dengan halal dan haram.
15.  Melanggar keharaman-keharaman yang nampak, seperti mempergunakan narkoba, merokok, laki-laki mengisbalkan pakaiannya dan mencukur jenggot, wanita ber-tabarruj dan keluar dengan bersolek serta memakai wangi-wangian, dan lain sebagainya.
Disarikan dari nasrah Darul Wathan, "Ila mata al ghaflah"
(Abu Sulaiman)

Saat-Saat Terkabulnya Do'a


Berdoa dianjurkan kapan saja. Tetapi ada saat-saat istimewa. Kapan?
1.      Waktu sepertiga malam terakhir saat orang lain terlelap dalam tidurnya.
Allah berfirman: "...Mereka (para muttaqin) sedikit sekali tidur di waktu malam, dan di akhir malam, mereka memohon ampun (kepada Allah)."(QS. Adz-Dzariyat: 18-19).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Rabb (Tuhan) kita turun di setiap malam ke langit yang terendah, yaitu saat sepertiga malam terakhir, maka Dia berfirman : Siapa yang berdoa kepadaKu maka Aku kabulkan, siapa yang meminta kepadaKu maka Aku berikan kepadanya, dan siapa yang meminta ampun kepadaKu maka Aku ampunkan untuknya". (HR. Al-Bukhari no. 1145, 6321 dan Muslim no. 758).
Dan Amr bin Ibnu Abasah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tempat yang paling mendekatkan seorang hamba dengan Tuhannya adalah saat ia dalam sujudnya dan jika ia bangun melaksanakan shalat pada sepertiga malam yang akhir. Karena itu, jika kamu mampu menjadi orang yang berdzikir kepada Allah pada saat itu maka jadilah." (HR. At Tirmidzi, Ahmad dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi, Al-Hakim, Adz-Dzahabi, dan Al-Albani).
2.      Waktu antara adzan dan iqamah, saat menunggu shalat berjama'ah.
Sayangnya waktu mustajab ini sering disalahgunakan sebagian umat Islam yang kurang mengerti sunnah atau oleh orang yang kurang meng-hargai sunnah, sehingga diisi dengan hal-hal yang tidak baik dan tidak dianjurkan Islam, membicarakan urusan dunia, atau hal-hal lain yang tidak bernilai ibadah. Hal-hal semacam ini sangat merugikan pelakunya karena tidak mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sempurna.
Ketentuan waktu ini berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Doa itu tidak ditolak antara adzan dan iqamah, maka berdoalah!" (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban, shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan menurut Al-Arnauth dalam Jami'ul Ushul).
Juga berdasarkan hadits Abdullah bin Amr Ibnul Ash radhiallahu anhu, bahwa ada seorang laki-laki berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya para muadzin itu telah mengungguli kita", maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ucap-kanlah seperti apa yang diucapkan oleh para muadzin itu dan jika kamu selesai (menjawab), maka memohonlah, kamu pasti diberi." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban, di-hasan-kan oleh Al-Arnauth dan Al-Albani).
3.      Pada waktu sujud.
Yaitu sujud dalam shalat atau sujud-sujud lain yang diajarkan Islam. Seperti sujud syukur, sujud tilawah dan sujud sahwi. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Keberadaan hamba yang paling dekat dengan Tuhannya adalah ketika ia dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah doa." (HR. Muslim).
Dan hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhu, ia ber-kata : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuka tabir (ketika beliau sakit), sementara orang-orang sedang berbaris (shalat) di belakang Abu Bakar radhiallahu anhu, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Wahai sekalian manusia, sesung-guhnya tidak tersisa dari mubasysyirat nubuwwah (kabar gembira lewat kenabian) kecuali mimpi bagus yang dilihat oleh seorang muslim atau diperlihatkan untuknya. Ingatlah bahwasanya aku dilarang untuk membaca Al-Qur'an ketika ruku' atau ketika sujud. Adapun di dalam ruku', maka agungkanlah Allah dan adapun di dalam sujud, maka giat-giatlah berdoa, sebab (hal itu) pantas dikabul-kan bagi kalian." (HR. Muslim).
4.      Setelah shalat fardlu
Yaitu setelah melaksanakan shalat-shalat wajib yang lima waktu, termasuk sehabis shalat Jum'at. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan selesai shalat." (QS. Qaaf: 40).
Juga berdasarkan hadits Umamah Al-Bahili , ia berkata : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang doa apa yang paling didengar (oleh Allah), maka beliau bersabda:
"Tengah malam terakhir dan setelah shalat-shalat yang diwajibkan." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata: hadist ini hasan ).
Karena itu Imam Syafi'i dan para pengikutnya berkata, dianjurkan bagi imam dan makmumnya serta orang-orang yang shalat sendirian memper-banyak dzkir, wirid dan doa setelah selesai shalat fardhu. Dan dianjurkan membaca dengan pelan, kecuali jika makmum belum mengerti maka imam boleh mengeraskan agar makmum menirukan. Setelah mereka mengerti, maka semua kembali pada hukum semula yaitu sirri (samar-samar). (Syarh Muhadzdzab, III/487).
5.      Pada waktu-waktu khusus, tetapi tidak diketahui dengan pasti batasan-batasannya.
yaitu sesaat di setiap malam dan sesaat setiap hari Jum'at. Hal ini berdasarkan hadist Jabir radhiallahu anhu, ia berkata: Saya mendengar Rasu-lullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya di malam hari ada satu saat (yang mustajab), tidak ada seorang muslim pun yang bertepatan pada waktu itu meminta kepada Allah kebaikan urusan dunia dan akhirat melainkan Allah pasti mem-beri kepadanya." (HR. Muslim).
Hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyebut hari Jum'at, beliau bersabda: "Di dalamnya ada satu saat (yang mustajab) tidaklah seorang hamba muslim yang kebetulan waktu itu sedang mendirikan shalat (atau menunggu shalat) dan memohon kepada Allah sesuatu (hajat) melainkan Allah pasti mengabulkan permohonannya." dan Nabi mengisyaratkan dengan tangannya akan sedikitnya saat mustajab itu. (HR. Al-Bukhari).
Di dalam hadist Muslim dan Abu Dawud dijelaskan:"Yaitu waktu antara duduknya imam (khatib) sampai selesainya shalat (Jum'at)". Inilah riwayat yang paling shahih dalam hal ini. Sedangkan dalam hadist Abu Dawud yang lain Nabi memerintahkan agar kita mencarinya di akhir waktu Ashar.
An-Nawawi rahimmahullah menjelaskan bahwa para ulama berselisih dalam menentukan saat ijabah ini menjadi sebelas pendapat. Yang benar-benar saat ijabah adalah di antara mulai naiknya khatib ke atas mimbar sam-pai selesainya imam dari shalat Jum'at. Hal ini berdasarkan hadist yang sangat jelas dalam riwayat Muslim di atas.
Imam An-Nawawi rahimmahullah melanjut-kan: "Adapun hadist yang berbunyi: 'Carilah saat itu pada akhir sesudah Ashar' (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i dengan sanad shahih), maka hal ini memberi kemungkinan bahwa saat ijabah itu bisa berpindah-pindah, kadang-kadang di saat ini, kadang-kadang di saat itu seperti halnya lailatul qadar."
Imam Ahmad rahimmahullah berkata: "Kebanyakan ahli hadits menyatakan saat itu adalah setelah Ashar dan diharapkan setelah tergelincirnya matahari."
Lain dengan Ibnu Qayyim. Beliau menjadikannya sebagai dua waktu ijabah yang berlainan. Dalam Kitab Al-Jawabul Kafi beliau berkata:
(Pertama), jika doa itu disertai dengan hadirnya kalbu dan totalitasnya dalam berkonsentrasi terhadap apa yang diminta, dan bertepatan dengan salah satu dari waktu-waktu ijabah yang enam itu, yaitu :
1.      Sepertiga akhir dari waktu malam.
2.      Ketika adzan.
3.      Waktu antara adzan dan iqamah.
4.      Setelah shalat-shalat fardlu.
5.      Ketika imam naik ke atas mimbar pada hari Jum'at sampai selesainya shalat Jum'at pada hari itu.
6.      Waktu terakhir setelah Ashar".
(Kedua), jika doa tadi bertepatan dengan kekhusyu'an hati, merendah-kan diri di hadapan Sang Penguasa. Menghadap kiblat, berada dalam kondisi suci dari hadats, mengangkat kedua tangan, memulai dengan tahmid (puji-pujian), kemudian membaca shalawat atas Muhammad. Lalu bertobat dan ber-istighfar sebelum menyebut-kan hajat. Kemudian menghadap kepada Allah, bersungguh-bersungguh dalam memohon dengan penuh kefaqiran, dibarengi dengan rasa harap dan cemas. Dan ber-tawassul dengan asma dan sifatNya serta mentauhidkanNya. Lalu ia dahului doanya itu dengan sedekah terlebih dahulu, maka doa seperti itu hampir tidak tertolak selamanya. Apalagi jika memakai doa-doa yang dikabarkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebagai doa yang mustajab atau yang mengandung Al-Ismul-A'zham (Nama Allah Yang Mahabesar).
"Ya Allah, kabulkanlah doa-doa kami. (Abu Hamzah)
Sumber rujukan :
  • Syekh Muhammad Thariq Muhammad Shalih, A'malul Muslim filYaumi wal Lailah.
  • Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fathul Bari 11/132.
  • An-Nawawi, Majmu' IV/487 dan 548 -550.
  • Ibnu Qayyim, Al-Jawabul Kafi Hal 12.
  • Dan lain-lain.