UNTUK ORANG
TUA
JUGA UNTUK
DIRI SENDIRI
Seorang lelaki datang menghadap Rasulullah, lalu
berkata,”Ya Rasulullah, wasiatkanlah kepadaku dengan suatu nasehat yang dapat
bermanfaat kepadaku di dunia dan di akhirat. “Nabi bertanya,”Apakah kamu masih mempunyai ibu bapak ?” “Ya,”Jawab
lelaki tersebut. Maka Nabi bersabda,”Apabila hak mereka berdua kamu penuhi dan
kamu taati mereka, maka dari setiap suap makanan kamu mendapatkan sebuah gedung
di surga.”
Alangkah
mudahnya membangun gedung di surga. Hanya dengan sesuap nasi untuk orang tua
yang memang membutuhkan uluran tangan anak-anaknya, maka otomatis sudah
terbangun satu rumah disana. Padahal sekali makan terdiri dari beberapa suapan,
dan sehari pun makan tidak hanya sekali. Lalu berapa bangunan bisa berdiri di
surga dalam sepekan ? Sebulan ? Setahun ?
Nampaknya
memang sangat mudah memperoleh surga lewat jalan ini, tapi apa betul demikian ?
Ternayata tidak. Karena pada kenyataanya merobohkan gedung-gedung yang sudah
terbangun itu lebih gampang daripada membangunnysa sendiri. Hanya dengan
isyarat muka muram, apalagi sampai terucap lewat kata “ah”, lebih-lebih sampai
pada sikap marah kepada orang tua, maka akan habis seluruh amal kebaikan yang
telah ditumpuk sekian lama. Bukan saja gedung-gedung yang sudah terbangun di
surga hancur berantakan, tapi malah dapat menyeret pelakunya ke neraka karena
tak mampu menebus kerugiannya.
Dari
Anas ra diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah
pernah bersabda,”Tidak seorang hambapun yang oleh Allah dikaruniai harta,
kemudian dia tidak menunaikan hak kedua ibu bapaknya, kecuali akan dibatalkan
amalnya oleh Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Agung, dan dirasai-Nya ia siksa
yang pedih.”
Cerita
tetang Alqamah - lepas dari lemah tidaknya hadits tersebut - yang sering kita
dengar ditengah-tengah masyarakat adalah bukti betapa mudahnya seseorang
menjadi terhalang kebaikannya, bahkan keislamannya, bila dia melakukan sesuatu
yang menyakitkan hati orang tuanya. Sampai-sampai Alqamah yang ahli ibadah,
yang selalu berasa di shaf pertama dalam jamaah sholat yang diimami oleh
Rasulullah sendiri, ketika naza’pun, saat meregang nyawa, tidak bisa
mengucapkan kalimah syahadat, yang setiap harinya menjadi bacaan rutin dalam
dzikir dan sholatnya.
Apakah
dosa Alqamah ? Sebenarnya sederhana. Ketika mendapat rejeki dari Allah ibunya
tahu dan sangat menyukainya. Akan tetapi karena sang istri juga begitu senang
akan rejeki itu dan tidak rela bila diberikan kepada ibunya maka rejeki itu
diberikan semuanya kepada istrinya. Si ibu tersinggung, marah dan mengutuk
anaknya. Hanya itu yang dilakukannya. Tapi akibatnya luar biasa. Untung pada
saat itu ada Rasulullah yang terus menerus menyadarkan ibunya agar rela dan
mengampunkan kesalahan anaknya. Dengan kerelaan dan ampunan ibu itu, baru
Alqamah dapat lancar membaca syahadat di akhir hayatnya.
Masih
dari Anas ra, diriwayatkan bahwasannya Rasulullah
saw pernah menyampaikan. ”Tidak seorangpun yang ibu bapaknya meninggal dunia
dalam keadaan tidak meridhainya, kecuali Allah akan mengeluarkan ruhnya dalam
keadaan tidak bersyahadat, dan dia hanya akan keluar dari kubur sedang pada
wajahnya tertera tulisan,’Inilah balasan orang yang durhaka terhadap kedua
orang ibu bapaknya’.”
Pada
suatu hari datang kepada Rasulullah
seorang lelaki. Ia lantas berkata,”Ya Rasulullah, sesungguhnya saya
mempunyai seorang ibu. Sebagai anaknya, saya telah memberikan nafkah kepadanya,
tapi dia terus menyakiti saya dengan lidahnya, apakah yang mesti saya perbuat?”
Rasulullah lantas menjawabnya dengan
tegas,”Tunaikan haknya. Demi Allah sekiranya kamu potong dagingmu, kamu belum
dapat melunasi seperempat haknya. Belum jugakah kamu mengerti bahwa surga
berada ditelapak kaki ibu ?”
Dalam
keadaan normal mungkin berbuat baik kepada ibu bapak sangat mudah. Akan tetapi
dalam kondisi-kondisi tertentu, apakah selalu seperti itu ? Apalagi ketika orang tua sudah berusia
lanjut, saat pikirannya sudah kembali seperti kanak-kanak ketika itulah ujian
iman didatangkan oleh Allah kepada sang anak. Bila berhasil melalui ujian itu,
Insya Allah jaminannya adalah syurga. Tapi alangkah banyak manusia yang gagal
menerimanya.
Terhadap
bayi yang belum bisa berjalan sendiri yang jika buang kotoran masih semaunya
sendiri, mungkin orang bisa bersabar. Karena masih ada harapan beberapa saat
lagi ia akan bisa berjalan kemudian bisa mengatur pola buang air besar dan
buang air kecilnya. Tapi bila yang tidak bisa melakukan apa-apa itu orang tua
yang sudah berusia lanjut, buang air besar dan kecilnya di kasur, apakah
anaknya bisa bersabar? Barangkali malah harapan anaknya hanya satu, kapan orang
tuanya segera meninggal.
Dalam
teori, bersabar kepada orang tua yang sudah dalam kondisi seperti ini memang
gampang. Akan tetapi kalau sudah merasakan sendiri mempraktekkan sehari-hari,
baru tahu betapa beratnya. Sehari dua hari mungkin masih bisa bertahan. Tapi
jika hitungannya sudah setahun dua tahun, mungkin anak sudah mulai berpikir,
bagaimana kalau orang tuanya dimasukkan ke panti jompo saja, yang menampung
orang-orang tua yang bernasib malang. Meskipun masih dengan landasan pikiran
yang dilogis-logiskan, misalnya ketimbang tidak bisa merawat dengan baik atau
ketimbang mengganggu pekerjaan atau malah agar tidak merepotkan.
Terhadap
orang yang berpikir seperti ini, bolehlah kita bertanya, apakah mereka juga
tidak pernah membayangkan bahwa suatu saat nanti, mungkin akan mengalami nasib
serupa ? Apakah tidak terbayang bahwa diusia tua memang segalanya akan menjadi
serba sulit ? Siapa yang bisa menjamin fisik akan tetap sekuat dimasa muda ?
Sudah merupakan sunnatullah bahwa setiap orang bakal menghadapi masa tua.
Kecuali tentu mereka yang mati muda.
Oleh
karenanya menghormati orang tua menjadi mutlak, selain karena merupakan
kewajiban, lebih dari itu sebenarnya merupakan kepentingan diri sendiri. Jika
kita berani kepada orang tua maka esok hari anak kita bakal membalas kelak
ketika usia kita sudah udzur. Balasan setimpal dari anak itu masih lumayan,
tetapi juga ada balasan yang jauh lebih besar, yaitu siksa dari Allah di
akhirat nanti.
Berbuat
baik kepada orang tua merupakan hal yang sudah semestinya. Artinya, andaikata
Al-Qur’an tidak memerintahkan dan tak satupun hadist yang menyuruhnya, akal
sehat kita sudah pasti mengajak kita untuk berbuat baik kepada orang tua. Hanya
mereka yang tidak waras akalnya saja yang tega berbuat jahat kepada orang
tuanya. Orang yang demikian memang pantas mendapat ganjaran siksa. Adapun orang
yang beriman, yang menggunakan akal sehatnya, menjadikan perbuatan baik kepada
orang tuanya sebagai hiasan kepribadiannya. Dan karena termasuk jenis amalan
utama, maka apabila dilanggar akan mendatangkan dosa besar.
Suatu kali Nabi ditanya tentang amalan
apakah yang paling afdhal. Rasulullah menjawab,”Sholat tepat pada waktunya,
kemudian berbuat baik kepada orang tua, seterusnya adalah jihad fii sabiilillah.”
Pernyataan ini masih diperkuat dengan
peristiwa lain, ketika lewat seorang pemuda gagah di depan masjid dan para
sahabat melihatnya lantas berkomentar,”Andaikata kekuatan dan kesehatan yang
telah diberikan kepada pemuda itu dimanfaatkan untuk berjihad di jalan Allah
tentu akan lebih banyak manfaatnya.” Mendengar pernyataan itu rasulullah
menukas,”Menjaga orang tua yang sudah
lumpuh termasuk jihad juga.” Memang pemuda itu mempunyai ibu yang tua lagi
lumpuh, tidak ada yang menjaga dan merawatnya, kecuali dia sendiri.
Islam
memang agama yang fitrah, sejalan dengan kehendak dan kebutuhan manusia yang
suci dan bersih. Semua yang mempunyai hati nurani pasti merasa berkewajiban
untuk menghormati dan berbuat baik kepada orang tuanya. Tapi jika hati sudah
kotor, tertimbun oleh nafsu serakah yang selalu condong kepada kerusakan dan
kemaksiatan, bisa jadi kewajiban yang amat fitri ini dilanggar.
Pelanggaran
terhadap kewajiban ini sama saja dengan durhaka kepada Allah swt. Seseorang
yang tidak bisa berterima kasih kepada orang tuanya sama saja dengan tidak
berterima kasih kepada Allah. Tidak berterima kasih kepada Allah berarti kufur
nikmat. Barangsiapa yang kufur kepada Allah, maka perlu ingat bahwa adzab Allah
itu sangat pedih.
Karenanya
sebagai anak, seseorang memiliki banyak kewajiban yang merupakan hak bagi orang
tua :
·
Memberi makan
jika dibutuhkan
·
Melayani jika
dibutuhkan
·
Memenuhi jika
dipanggil
·
Memenuhi
perintahnya jika perintah itu tidak maksiat
·
Berbicara
dengan lemah lembut
·
Sopan
dihadapannya
·
Memenuhi
kebutuhan sandangnya sesuai dengan kebutuhan
·
Merelakan
untuknya apa yang disukainya
·
Menjauhkan apa
yang dibenci
·
Berdo’a
memintakan ampun baginya dalam setiap do’a yang setiap hari dipanjatkannya
·
Mendo’akan
kesehatannya.
·
Memintakan
restunya terlebih dahulu atas segala perbuatan penting yang akan dilakukan.
·
Memenuhi
kebutuhan hidupnya bila telah tua.
Disaat ibu bapak telah wafat
:
·
Menyelenggarakan
jenazahnya :
·
Memandikan
·
Mengkafankan
·
Mensholatkan
·
Mengebumikan
dengan sesegera mungkin
·
Memohonkan ampun
atas segala dosanya
·
Memenuhi
segala janjinya yang semasa hidupnya belum terpenuhi ( misalnya : wasiatnya,
pesan-pesan khusus yang mampu dilaksanakan dan tidak bertentangan dengan agama
)
·
Melunasi
hutang piutangnya
·
Menghormati
terhadap sahabat-sahabatnya semasa keduanya masih hidup
·
Dengan segala
pengertian, berbuat baik terhadap kedua ibu bapak berdasarkan firman Allah swt
dalam surat Luqman ayat 14 : “Dan kami perintahkan kepada manusia berbuat baik
kepada kedua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah, bahkan menyusukan pula selama kurang lebih 2 tahun. Maka dari itu
bersyukurlah kepada-Ku dan kepada orang tuamu, dan hanya kepada-Ku sajalah
tempat kembali.”
Source : Suara Hidayatullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar