SUNNAH-SUNNAH FITHRAH
Islam adalah agama yg sangat memerhatikan kebersihan dan
juga kesehatan. Banyak permasalahan yg memiliki pengaruh bagi kebersihan dan
kesehatan tubuh tdk luput diajarkan dlm agama ini. Satu diantara adl tentang
khitan yg telah diakui secara medis memiliki manfaat yg besar.
Pembaca yg semoga dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala Rasul
kita yg mulia –semoga shalawat dan salam tercurah pada beliau- pernah bersabda
sebagaimana tersampaikan lewat sahabat yg mulia Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu:
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ – أَوْ خَمْسٌ
مِنَ الْفِطْرَةِ – الْخِتَانُ وَالاِسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَتَقْلِيْمُ
الأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
“Perkara fithrah itu ada lima –atau lima hal berikut ini
termasuk dari perkara fithrah yaitu khitan istihdad mencabut bulu ketiak
menggunting kuku dan memotong kumis.
Kelima perkara yg disebutkan dlm hadits ini merupakan beberapa perkara kebersihan yg diajarkan oleh Islam.
Kelima perkara yg disebutkan dlm hadits ini merupakan beberapa perkara kebersihan yg diajarkan oleh Islam.
Pertama: memotong qulfah zakar yg bila dibiarkan akan
menjadi sebab terkumpul najis dan kotoran di daerah tersebut hingga menimbulkan
berbagai penyakit dan luka.
Kedua: mencukur rambut yg tumbuh di sekitar kemaluan baik di
daerah qubul ataupun dubur krn bila dibiarkan rambut tersebut akan bercampur
dgn kotoran dan najis serta bisa menyebabkan thaharah syar’iyyah tdk bisa
sempurna.
Ketiga: menggunting kumis bila dibiarkan terus tumbuh akan
menperjelek wajah. Memanjangkan juga berarti tasyabbuh dgn Majusi .
Keempat: menggunting kuku bila dibiarkan akan terkumpul
kotoran di bawah hingga bercampur pada makanan akibat timbullah penyakit. Dan
juga bisa menghalangi kesempurnaan thaharah krn kuku yg panjang akan menutup
sebagian ujung jari.
Kelima: mencabut bulu ketiak yg bila dibiarkan akan
menimbulkan bau yg tdk sedap.
Kesimpulan menghilangkan perkara-perkara yg disebutkan ini merupakan mahasin Islam yg Islam datang dgn kebersihan dan kesucian dgn pengajaran dan pendidikan agar seorang muslim berada di atas keadaan yg terbaik/terbagus dan bentuk yg paling indah.
Kesimpulan menghilangkan perkara-perkara yg disebutkan ini merupakan mahasin Islam yg Islam datang dgn kebersihan dan kesucian dgn pengajaran dan pendidikan agar seorang muslim berada di atas keadaan yg terbaik/terbagus dan bentuk yg paling indah.
Makna
Fithrah
Mayoritas ulama berpendapat bahwa yg dimaukan dgn fithrah di
sini adl sunnah demikian dikatakan Al-Imam Al-Khaththabi rahimahullahu dan
selainnya. Makna kata mereka perkara-perkara yg disebutkan dlm hadits di atas
termasuk sunnah-sunnah para nabi. Adapula yg berpendapat makna fithrah adl
agama demikian pendapat yg dipastikan oleh Abu Nu’aim rahimahullahu dlm
Al-Mustakhraj.
Abu Syamah rahimahullahu berkata: “Asal makna fithrah adl
penciptaan pada awal permulaannya. Dari makna ini Allah Subhanahu wa Ta’ala
dinyatakan dlm ayat Al-Qur’an sebagai:
فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ
Maksud adl Dzat yg mengawali penciptaan langit dan bumi .
Demikian pula dlm sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى
الْفِطْرَةِ
Artinya: Setiap anak yg lahir ia dilahirkan di atas fithrah.
Maknanya: si anak dilahirkan di atas perkara yg Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengawali penciptaan si anak dengannya. dlm hadits ini ada isyarat kepada
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ
النَّاسَ عَلَيْهَا
“Fithrah Allah yg Dia menciptakan manusia di atas fithrah
tersebut.”
Maknanya: tiap orang seandai dibiarkan semenjak lahir hingga bisa memandang dgn pikiran niscaya akan mengantarkan ke agama yg benar yaitu tauhid. Yang memperkuat makna ini adl firman Allah sebelumnya:
Maknanya: tiap orang seandai dibiarkan semenjak lahir hingga bisa memandang dgn pikiran niscaya akan mengantarkan ke agama yg benar yaitu tauhid. Yang memperkuat makna ini adl firman Allah sebelumnya:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ
حَنِيْفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
“Tegakkanlah wajahmu kepada agama Allah yg hanif . fithrah
Allah yg Dia menciptakan manusia di atas fithrah tersebut.”
Makna di atas juga diisyaratkan oleh kelanjutan hadits
yaitu:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى
الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَنَصِّرَانِهِ
“Maka kedua orang tua yg menjadikan anak tersebut Yahudi
atau Nasrani ”
Dengan demikian yg dimaksudkan dgn fithrah dlm hadits yg menjadi pembahasan kita adl perkara-perkara yg disebutkan dlm hadits ini yg bila dikerjakan mk pelaku disifati dgn fithrah yg Allah memfithrahkan para hamba di atas menekankan mereka utk menunaikan dan menyukai utk mereka agar mereka berada di atas sifat yg paling sempurna dan bentuk/penampilan yg paling tinggi/mulia.”
Dengan demikian yg dimaksudkan dgn fithrah dlm hadits yg menjadi pembahasan kita adl perkara-perkara yg disebutkan dlm hadits ini yg bila dikerjakan mk pelaku disifati dgn fithrah yg Allah memfithrahkan para hamba di atas menekankan mereka utk menunaikan dan menyukai utk mereka agar mereka berada di atas sifat yg paling sempurna dan bentuk/penampilan yg paling tinggi/mulia.”
Al-Qadhi Al-Baidhawi rahimahullahu berkata: “Fithrah ini
merupakan sunnah yg terdahulu yg dipilih oleh para nabi dan disepakati oleh
syariat. Seakan-akan fithrah ini merupakan perkara yg sudah seharus menjadi
tabiat/perangai di mana mereka diciptakan di atas tabiat/perangai tersebut.”
Perkara fithrah ini bila dilakukan akan membaguskan
penampilan seseorang dan membersihkan sebalik bila ditinggalkan dan tdk
dihilangkan apa yg semesti dihilangkan akan menjelekkan rupa dan memburukkan
penampilan seseorang. Dia akan dianggap kotor dan tercela.
Apakah Fithrah Sebatas Lima Perkara Ini?
Perkara fithrah tdk sebatas lima perkara ini hal ini
diketahui dgn lafadz: مِنْ dari kalimat خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ yg menunjukkan tab’idh arti sebagian .
Terlebih lagi telah disebutkan dlm hadits-hadits lain ada
tambahan selain lima perkara tersebut seperti dlm hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
yg diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullahu disebutkan ada 10 hal yg
termasuk perkara fithrah yaitu istihdad mencabut bulu ketiak menggunting kuku
memotong kumis memanjangkan jenggot siwak berkumur-kumur memasukkan air ke
hidung mencuci ruas-ruas jari dan istinja . Dengan demikian penyebutan bilangan
5 atau 10 tdk berarti meniadakan tambahan demikian ucapan mayoritas ulama
ushul.
Hukum
Lima Perkara Fithrah Ini
Ulama berbeda pendapat tentang hukum kelima perkara fithrah
yg disebutkan dlm hadits ini ada yg mengatakan sunnah adapula yg berpendapat
wajib. Namun yg kuat dari pendapat yg ada wallahu a`lam lima perkara tersebut
ada yg hukum wajib dan adapula yg sunnah. Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu
berkata ketika menerangkan hadits Aisyah tentang 10 hal yg termasuk perkara
fithrah: “Mayoritas perkara yg disebutkan dlm hadits tentang fithrah tidaklah
wajib menurut ulama sebagian diperselisihkan kewajiban seperti khitan
berkumur-kumur dan istinsyaq. Dan memang tdk ada penghalang atau tdk ada yg
mencegah utk menggandengkan perkara wajib dgn selain yg wajib sebagaimana
penggandengan ini tampak pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ
وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ
“Makanlah buah-buahan hasil panen kalian apabila telah
berbuah dan tunaikanlah hak pada hari dipetik hasilnya.”
Mengeluarkan zakat tanaman hukum wajib sementara memakan
hasil tanaman itu tidaklah wajib wallahu a`lam.”
Kita akan sebutkan hukum masing-masing dari lima perkara
tersebut dlm perincian pembahasan berikut ini:
1.
KHITAN
Bagi masyarakat muslim Indonesia,
khitan bagi anak laki-laki adalah sebuah perkara yang sangat wajar, meskipun di
sana sini masih banyak yang perlu diluruskan berhubungan dengan pelaksanaan
sunnah bapak para nabi (Ibrohim ‘alaihissalam). Namun, bagi kaum hawa,
khitan menjadi sebuah perkara yang sangat jarang dilakukan, bahkan bisa saja
masih menjadi sesuatu yang tabu dilakukan oleh sebagian orang, atau bahkan
mungkin ada yang mengingkarinya. Padahal tentang disyariatkannya khitan bagi
kaum wanita adalah sesuatu yang benar-benar ada dalam syariat islam yang suci
ini, dan setahu kami (penulis) tidak ada khilaf ulama mengenai hal ini. Khilaf
di kalangan mereka hanya berkisar antara apakah khitan itu wajib dilakukan oleh
kaum wanita ataukah sekedar sunnah (mustahab). Semoga tulisan ini dapat
memberikan sedikit penjelasan tentang permasalahan ini.
Pengertian
Khitan
Khitan
secara bahasa diambil dari kata (ختن ) yang berarti memotong. Sedangkan
al-khatnu berarti memotong kulit yang menutupi kepala dzakar dan memotong
sedikit daging yang berada di bagian atas farji (clitoris) dan al-khitan
adalah nama dari bagian yang dipotong tersebut. (lihat Lisanul Arab,
Imam Ibnu Manzhur).
Berkata
Imam Nawawi, “Yang wajib bagi laki-laki adalah memotong seluruh kulit yang
menutupi kepala dzakar sehingga kepala dzakar itu terbuka semua. Sedangkan bagi
wanita, maka yang wajib hanyalah memotong sedikit daging yang berada pada
bagian atas farji.”(Syarah Sahih Muslim 1/543, Fathul Bari
10/340)
Dalil Disyariatkannya
Khitan
Khitan
merupakan ajaran nabi Ibrohim ‘alaihissalam, dan umat ini diperintahkan
untuk mengikutinya, sebagaimana dalam QS. An-Nahl: 123,
ثم أوحينا إليك أن اتبع ملّة إبراهيم
حنيفا
“Kemudian
Kami wahyukan kapadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrohim, seorang yang
hanif.”
Disebutkan
dalam Tufatul Maudud, halaman 164 bahwa Saroh ketika menghadiahkan Hajar
kepada nabi Ibrohim ‘alaihissalam , lalu Hajar hamil, hal ini
menyebabkan ia cemburu. Maka ia bersumpah ingin memotong tiga anggota badannya.
Nabi Ibrohim ‘alaihissalam khawatir ia akan memotong hidung dan
telinganya, lalu beliau menyuruh Saroh untuk melubangi telinganya dan
berkhitan. Jadilah hal ini sebagai sunnah yang berlangsung pada para wanita
sesudahnya.
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال : قاال
رسول الله صلي الله عليه وسلم : خمس من الفطرة : الاستحداد والختان،
وقص الشارب،ونتف الابط،وتقليم الأظفا ر.
Dari Abu Harairah radhiyallahu’anhu
Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ” lima hal yang termasuk
fitroh yaitu: mencukur bulu kemaluan, khitan, memotong kumis, mencabut bulu
ketiak, dan memotong kuku.” (HR. Imam Bukhori dan Imam Muslim)
Hukum
Khitan bagi Wanita
a.
Ulama yang mewajibkan khitan, mereka
berhujjah dengan beberapa dalil:
1.
Hukum wanita sama dengan laki-laki, kecuali ada dalil yang
membedakannya, sebagimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari
Ummu Sulaim radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Wanita itu saudara kandung laki-laki.” (HR. Abu Daud 236, Tirmidzi 113,
Ahmad 6/256 dengan sanad hasan).
2.
Adanya beberapa dalil yang menunjukkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyebut khitan bagi wanita, diantaranya sabda beliau:
إذ التقى الختا نا ن فقد وجب الغسل
“Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi.” HR. Tirmidzi 108, Ibnu Majah 608,
Ahamad 6/161, dengan sanad
shahih.
عن عائسة رضي الله عنها قالت,قال رسول
الله صلي الله هليه و السلم : إذ جلس بين شهبها الأربع و مسّ الختان الختان فقد
وجب الغسل.
Dari ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha
berkata, Rosulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Apabila seorang laki-laki duduk di empat anggota badan wanita dan khitan
menyentuh khitan maka wajib mandi.” HR.
Bukhori dan Muslim.
عن أنس بن مالك, قال رسول الله صلي
الله عليه والسلم لأمّ عاطية رضي الله عنها : إذا خفضت فأشمي ولا تنهكي فإنّه أسرى
للوجه وأحضى للزوج.
Dari Anas bin Malik
rodhiyallahu’anhu berkata, Rosulullahi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepada Ummu ‘athiyah,”Apabila engkau mengkhitan wanita biarkanlah sedikit, dan
jangan potong semuanya, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih
disenangi oleh suami.”(HR.
Al-Khatib)
3.
Khitan bagi wanita sangat masyhur dilakukan oleh para
sahabat dan para shaleh sebagaimana tersebut di atas.
b.
Ulama yang berpendapat sunnah,
alasannya:
Menurut sebagian ulama tidak ada dalil secara tegas yang
menunjukkan wajibnya, juga karena khitan bagi laki-laki tujuannya membersihkan
sisa air kencing yang najis yang terdapat pada tutup kepala dzakar, sedangkan
suci dari najis merupakan syarat sahnya sholat. Sedangkan khitan bagi wanita
tujuannya untuk mengecilkan syahwatnya, jadi ia hanya untuk mencari sebuah
kesempurnaan dan bukan sebuah kewajiban. (Syarhul Mumti’, Syaikh Ibnu
Utsaimin 1/134)
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah pernah ditanya, “Apakah
wanita itu dikhitan ?” Beliau menjawab, “Ya, wanita itu dikhitan dan
khitannya adalah dengan memotong daging yang paling atas yang mirip dengan
jengger ayam jantan. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
biarkanlah sedikit dan jangan potong semuanya, karena itu lebih bisa membuat
ceria wajah dan lebih disenangi suami.’ Hal ini karena, tujuan khitan laki-laki
ialah untuk menghilangkan najis yang terdapat dalam penutup kulit kepala
dzakar. Sedangkan tujuan khitan wnaita adalah untuk menstabilkan syahwatnya,
karena apabila wanita tidak dikhitan maka syahwatnya akan sangat besar.” (Majmu’
Fatawa 21/114)
Jadi, khilaf mengenai hukum khitan ini ringan, baik sunnah
atau wajib keduanya adalah termasuk syariat yang diperintahkan, kita harus
berusaha untuk melaksanakannya.
Waktu Khitan
Terdapat beberapa hadits yang dengan
gabungan sanadnya mencapai derajat hasan yang menunjukkan bahwa khitan
dilaksanakan pada hari ke tujuh setelah kelahiran, yaitu:
- Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu’anhuma, bahwasannya Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan aqiqah Hasan dan Husain serta mengkhitan keduanya pada hari ketujuh.(HR. Thabrani dan Baihaqi)
- Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhu berkata, “Terdapat tujuh perkara yang termasuk sunnah dilakukan bayi pada hari ketujuh: Diberi nama, dikhitan,…” (HR. Thabrani)
- Dari Abu Ja’far berkata, “Fathimah melaksanakan aqiqah anaknya pada hari ketujuh. Beliau juga mengkhitan dan mencukur rambutnya serta menshadaqahkan seberat rambutnya dengan perak.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Namun, meskipun begitu, khitan boleh
dilakukan sampai anak agak besar, sebagaiman telah diriwayatkan dari Ibnu
‘Abbas radhyallahu’anhu, bahwa beliau pernah ditanya, “Seperti apakah
engkau saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia ?”
Beliau menjawab, “Saat itu saya barusan dikhitan. Dan saat itu para sahabat
tidak mengkhitan kecuali sampai anak itu bisa memahami sesuatu.” (HR.
Bukhori, Ahmad, dan Thabrani).
Berkata Imam Al-Mawardzi, ” Khitan
itu memiliki dua waktu, waktu wajib dan waktu sunnah. Waktu wajib adalah masa
baligh, sedangkan waktu sunnah adalah sebelumnya. Yang paling bagus adalah hari
ketujuh setelah kelahiran dan disunnahkan agar tidak menunda sampai waktu
sunnah kecuali ada udzur. (Fathul Bari 10/342).
Walimah Khitan
Acara walimah khitan merupakan acara
yang sangat biasa dilakukan oleh umat Islam di Indonesia, atau mungkin juga di
negeri lainnya. Persoalannya, apakah acara semacam itu ada tuntunannya atau
tidak ?
Utsman bin Abil ‘Ash diundang ke
(perhelatan) Khitan, dia enggan untuk datang lalu dia diundang sekali lagi,
maka dia berkata, ” Sesungguhnya kami dahulu pada masa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak mendatangi walimah khitan dan tidak diundang.” (HR. Imam Ahmad)
Berdasarkan atsar dari Utsman bin
Abil’Ash di atas, walimah khitan adalah tidak disyariatkan, walaupun atsar ini
dari sisi sanad tidak shohih, tetapi ini merupakan pokok, yaitu tidak adanya
walimah khitan. Karena khitan merupakan hukum syar’i, maka setiap amal yang
ditambahkan padanya harus ada dalilnya dari Al-Qur’an dan As Sunnah. Dan
walimah ini merupakan amalan yang disandarkan dan dikaitkan dengan khitan, maka
membutuhkan dalil untuk membolehkannya. Semoga Allah ta’ala memudahkan kaum
muslimin untuk menjalankan sunnah yang mulia ini.
Al-Imam Malik Abu Hanifah dan sebagian pengikut Al-Imam
Asy-Syafi’i berpendapat khitan itu sunnah tdk wajib. Adapun Al-Imam Asy-Syafi’i
Ahmad dan sebagian Malikiyyah berpendapat hukum wajib. Pendapat yg kedua inilah
yg rajih/kuat menurut penulis dgn dasar ketika ada seseorang yg baru masuk
Islam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadanya:
أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ
وَاخْتَتِنْ
“Buanglah
darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah.”
Penulis ‘Aunul Ma’bud menyatakan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm hadits di atas menunjukkan wajib khitan bagi orang yg masuk Islam dan hal itu merupakan tanda keislamannya.
Penulis ‘Aunul Ma’bud menyatakan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm hadits di atas menunjukkan wajib khitan bagi orang yg masuk Islam dan hal itu merupakan tanda keislamannya.
Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullahu berkata: “Yang rajih/kuat menurut kami hokum khitan adl
wajib. Demikian madzhab jumhur ulama seperti Malik Asy-Syafi’i dan Ahmad.
Pendapat ini yg dipilih oleh Ibnul Qayyim. Beliau membawakan 15 sisi pendalilan
yg menunjukkan wajib khitan. Walaupun satu persatu dari alasan-alasan tersebut
tdk dapat mengangkat perkara khitan kepada hukum wajib namun tdk diragukan
bahwa pengumpulan alasan-alasan tersebut dapat mengangkatnya. Dikarenakan tdk
cukup tempat utk membawakan semua alasan mk aku cukupkan dua alasan di
antaranya:
Pertama: Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Pertama: Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ
اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفاً
“Kemudian
Kami wahyukan kepadamu .” Sementara khitan termasuk millah Nabi Ibrahim
‘alaihissalam yg kita diperintahkan utk mengikuti sebagaimana dlm hadits Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu yg disebutkan dlm kitab Ibnul Qayyim rahimahullahu
tersebut . Alasan ini merupakan argumen yg paling bagus sebagaimana dikatakan
Al-Baihaqi rahimahullahu yg dinukilkan oleh Al-Hafizh rahimahullahu .
Kedua: Khitan merupakan syiar Islam yg paling jelas dan paling nampak yg dengan dibedakan antara seorang muslim dgn seorang Nasrani sampai-sampai hampir tdk dijumpai ada di kalangan kaum muslimin yg tdk berkhitan.
Kedua: Khitan merupakan syiar Islam yg paling jelas dan paling nampak yg dengan dibedakan antara seorang muslim dgn seorang Nasrani sampai-sampai hampir tdk dijumpai ada di kalangan kaum muslimin yg tdk berkhitan.
Khitan
bagi Wanita
Seperti
hal lelaki wanita pun disyariatkan berkhitan sebagaimana ditunjukkan dlm
hadits-hadits berikut ini:
1. Ummu ‘Athiyyah Al-Anshariyyah
radhiyallahu ‘anha mengabarkan bahwa di Madinah ada seorang wanita yg biasa
mengkhitan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepadanya:
أَشِمِّي وَلاَ تَنْهَكِي، فَإِنَّ
ذلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْلِ
“Potonglah tapi jangan dihabiskan
krn yg demikian itu lbh terhormat bagi si wanita dan lbh disukai/dicintai oleh
suaminya.”
2. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ فَقَدْ
وَجَبَ الْغُسْلُ
“Apabila
bertemu dua khitan sungguh telah wajib mandi .”
3. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga bersabda:
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا
اْلأَرْبَعِِ، وَمَسَّ الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
“Apabila
seorang laki2 duduk di antara empat cabang seorang wanita dan khitan yg satu
menyentuh khitan yg lain mk sungguh telah wajib mandi.”
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata “Ketahuilah khitan wanita adl perkara yg dikenal di kalangan salaf berbeda hal dgn apa yg disangka oleh orang yg tdk berilmu. Beberapa atsar berikut ini menunjukkan hal tersebut”. Kemudian beliau rahimahullahu menyebutkan tiga atsar:
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata “Ketahuilah khitan wanita adl perkara yg dikenal di kalangan salaf berbeda hal dgn apa yg disangka oleh orang yg tdk berilmu. Beberapa atsar berikut ini menunjukkan hal tersebut”. Kemudian beliau rahimahullahu menyebutkan tiga atsar:
1. Al-Hasan berkata: ‘Utsman bin Abil
‘Ash radhiyallahu ‘anhu diundang utk menghadiri jamuan makan. Lalu ditanyakan
“Tahukah engkau undangan makan utk acara apakah ini? Ini acara khitan anak
perempuan!” ‘Utsman berkata:
هَذَا شَيْءٌ مَا كُنَّا نَرَاهُ
عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَبَى أَنْ
يَأْكُلَ
“Ini perkara yg tdk pernah kami
lihat di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” ‘Utsman pun menolak utk
menyantap hidangan .
2. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dlm
Al-Adabul Mufrad no.1245 Ummul Muhajir berkata “Aku dan para wanita dari
kalangan Romawi menjadi tawanan perang. mk ‘Utsman menawarkan agar kami mau
masuk Islam namun tdk ada di antara kami yg berislam kecuali aku dan seorang
wanita lainnya. ‘Utsman pun memerintahkan “Khitanilah kedua wanita ini dan
sucikanlah keduanya”. Setelah itu jadilah aku berkhidmat kepada ‘Utsman.
3. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dlm
Al-Adabul Mufrad no.1247 Ummu ‘Alqamah mengabarkan:
أَنَّ بَنَاتَ أَخِي عَائِشَةَ خُتِنَّ فَقِيْلَ لِعَائِشَةَ:
أَلاَ نَدْعُو لَهُنَّ مَنْ يُلْهِيْهِنَّ؟ قَالَتْ: بَلَى. فَأَرْسَلْتُ إِلَى
عُدَيِّ فَأَتَاهُنَّ فَمَرَّتْ عَائِشَةُ فِي الْبَيْتِ فَرَأَتْهُ يَتَغَنَّى
وَيُحَرِّكُ رَأْسَهُ طَرَبًا – وَكَانَ ذَا شَعْرٍ كَثِيْرٍ – فَقَالَتْ: أُفٍّ،
شَيْطَانٌ أَخْرِجُوْهُ، أَخْرِجُوْهُ
“Anak-anak perempuan dari saudara
laki2 ‘Aisyah dikhitan mk ditanyakan kepada ‘Aisyah “Bolehkah kami memanggil
seseorang yg dapat menghibur mereka?” ‘Aisyah mengatakan “Ya boleh.” mk aku
mengutus seseorang utk memanggil ‘Uday lalu dia pun mendatangi anakanak
perempuan itu. Kemudian lewatlah ‘Aisyah di rumah itu dan melihat sedang
bernyanyi sambil menggerak-gerakkan kepala sementara dia mempunyai rambut yg
lebat. ‘Aisyah pun berkata “Hei setan! Keluarkan dia keluarkan dia!”
Yang perlu jadi perhatian ada
perbedaan hukum khitan lelaki dgn hokum khitan bagi wanita walaupun ada
pendapat di kalangan ulama yg menyamakan . Tampak perbedaan hukum tersebut dlm
hadits Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu berikut ini:
الْخِتَانُ سُنَّةٌ لِلرِّجَالِ
مَكْرَمَةٌ لِلنِّسَاءِ
“Khitan itu sunnah bagi lelaki dan
pemuliaan bagi wanita.”
Namun kata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu hadits ini tdk tsabit krn datang dari riwayat Hajjaj bin Arthah sementara ia tdk bisa dijadikan sebagai hujjah dikeluarkan hadits ini oleh Al-Imam Ahmad dan Al-Baihaqi . Namun ada syahid dari hadits yg diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dlm Musnad Asy-Syamiyyin dari jalan Sa’id bin Bisyr dari Qatadah dari Jabir bin Zaid dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma namun Sa’id ini diperselisihkan. Abusy Syaikh dan Al-Baihaqi mengeluarkan dari sisi lain dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Al-Baihaqi juga mengeluarkan dari hadits Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu menyatakan telah terjadi perselisihan pendapat dlm hukum khitan dan pendapat yg paling dekat dgn kebenaran menyatakan bahwa khitan itu wajib bagi laki2 dan sunnah bagi wanita. Perbedaan hukum khitan antara laki2 dan perempuan itu dikarenakan khitan pada laki2 mengandung maslahat yg berkaitan dgn syarat shalat dan termasuk perkara thaharah . Apabila kulup tdk dihilangkan mk air kencing yg keluar tertahan dan terkumpul di kulup tersebut hingga berakibat peradangan pada bagian tersebut ataupun keluar tanpa sengaja bila zakar itu bergerak sehingga menajisi. Adapun pada wanita tujuan khitan adl meredakan syahwat bukan utk menghilangkan kotoran.
Namun kata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu hadits ini tdk tsabit krn datang dari riwayat Hajjaj bin Arthah sementara ia tdk bisa dijadikan sebagai hujjah dikeluarkan hadits ini oleh Al-Imam Ahmad dan Al-Baihaqi . Namun ada syahid dari hadits yg diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dlm Musnad Asy-Syamiyyin dari jalan Sa’id bin Bisyr dari Qatadah dari Jabir bin Zaid dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma namun Sa’id ini diperselisihkan. Abusy Syaikh dan Al-Baihaqi mengeluarkan dari sisi lain dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Al-Baihaqi juga mengeluarkan dari hadits Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu menyatakan telah terjadi perselisihan pendapat dlm hukum khitan dan pendapat yg paling dekat dgn kebenaran menyatakan bahwa khitan itu wajib bagi laki2 dan sunnah bagi wanita. Perbedaan hukum khitan antara laki2 dan perempuan itu dikarenakan khitan pada laki2 mengandung maslahat yg berkaitan dgn syarat shalat dan termasuk perkara thaharah . Apabila kulup tdk dihilangkan mk air kencing yg keluar tertahan dan terkumpul di kulup tersebut hingga berakibat peradangan pada bagian tersebut ataupun keluar tanpa sengaja bila zakar itu bergerak sehingga menajisi. Adapun pada wanita tujuan khitan adl meredakan syahwat bukan utk menghilangkan kotoran.
Dengan demikian khitan hanya wajib
bagi laki2 tdk wajib bagi wanita. Pendapat ini juga yg dipilih oleh Al-Imam
Muwaffaquddin Ibnu Qudamah Al-Maqdisi.
Hukum
Orang yg Tidak Mau Dikhitan
Al-Haitami berkata: “Yang benar jika diwajibkan bagi kita
khitan lalu ditinggalkan tanpa udzur mk pelaku fasik. Namun pahamilah bahwasa
pembicaraan di sini hanya ditujukan pada anak laki2 tanpa menyertakan anak
perempuan. laki2 difasikkan bila meninggalkan khitan tanpa udzur dan lazim dari
sebutan fasik tersebut bahwa perbuatan itu termasuk dosa besar.”
Bagian
yg Dikhitan
Khitan pada anak laki2 dilakukan dgn cara memotong kulup
atau kulit yg menutupi ujung zakar. Minimal menghilangkan apa yg menutupi ujung
zakar dan disenangi utk mengambil seluruh kulit di ujung zakar tersebut.
Sedangkan pada wanita dilakukan dgn memotong kulit di bagian paling atas
kemaluan di atas vagina yg berbentuk seperti biji atau jengger ayam jantan .
Yang harus dilakukan pada khitan wanita adl memotong ujung kulit dan bukan memotong
habis bagian tersebut.
Ibnu Taimiyyah rahimahullahu ketika dita mengenai khitan
wanita beliau memberikan jawaban bahwa wanita dikhitan dgn memotong kulit yg
paling atas yg berbentuk seperti jengger ayam jantan .
Faidah
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu
mengatakan pelaksanaan khitan itu seharus dilakukan oleh seorang dokter yg ahli
yg mengetahui bagaimana cara mengkhitan. Bila seseorang tdk mendapatkan mk ia
bisa mengkhitan diri sendiri jika memang mampu melakukan dgn baik. Nabi Ibrahim
‘alaihissalam mengkhitan diri sendiri. Orang yg mengkhitan boleh melihat aurat
yg dikhitan walaupun usia yg dikhitan telah mencapai sepuluh tahun kebolehan
ini dikarenakan ada kebutuhan.
Waktu
Khitan
Ada perbedaan pendapat tentang kapan waktu disyariatkan
khitan. Jumhur ulama berpendapat tdk ada waktu khusus utk melaksanakan khitan. Al-Imam
Al-Mawardi rahimahullahu menjelaskan utk melaksanakan khitan ada dua waktu
waktu yg wajib dan waktu yg mustahab . Waktu yg wajib adl ketika seorang anak
mencapai baligh sedangkan waktu yg sunnah adl sebelum baligh. Boleh pula
melakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran. Juga disunnahkan utk tdk
mengakhirkan pelaksanaan khitan dari waktu yg sunnah kecuali krn ada uzur.
Ibnul Mundzir rahimahullahu mengatakan “Tidak ada larangan
yg ditetapkan oleh syariat yg berkenaan dgn waktu pelaksanaan khitan ini juga
tdk ada batasan waktu yg menjadi rujukan dlm pelaksanaan khitan tersebut begitu
pula sunnah yg harus diikuti. Seluruh waktu diperbolehkan. Tidak boleh melarang
sesuatu kecuali dgn hujjah dan kami juga tdk mengetahui ada hujjah bagi orang
yg melarang khitan anak kecil pada hari ketujuh.”
Namun Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menyebutkan dua hadits yg menunjukkan ada pembatasan waktu khitan:
Namun Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menyebutkan dua hadits yg menunjukkan ada pembatasan waktu khitan:
Pertama: Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma ia
menyatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqahi cucu beliau
Al-Hasan dan Al-Husain dan mengkhitan kedua pada hari ketujuh.
Kedua: Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata “Ada
tujuh perkara yg sunnah dilakukan pada hari ketujuh seorang bayi yaitu diberi
nama dikhitan…”
Kemudian beliau menyatakan bahwa walaupun kedua hadits di atas memiliki kelemahan namun kedua hadits ini saling menguatkan krn makhraj kedua hadits ini berbeda dan tdk ada dlm sanad rawi yg tertuduh berdusta. Kalangan Syafi’iyyah mengambil hadits ini sehingga mereka menganggap sunnah dilakukan khitan pada hari ketujuh dari kelahiran seorang anak sebagaimana disebutkan dlm Al-Majmu’ dan selainnya. Batas tertinggi dilakukan khitan adl sebelum seorang anak baligh. Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Tidak boleh bagi si wali menunda dilakukan khitan anak sampai si anak melewati masa baligh.”
Kemudian beliau menyatakan bahwa walaupun kedua hadits di atas memiliki kelemahan namun kedua hadits ini saling menguatkan krn makhraj kedua hadits ini berbeda dan tdk ada dlm sanad rawi yg tertuduh berdusta. Kalangan Syafi’iyyah mengambil hadits ini sehingga mereka menganggap sunnah dilakukan khitan pada hari ketujuh dari kelahiran seorang anak sebagaimana disebutkan dlm Al-Majmu’ dan selainnya. Batas tertinggi dilakukan khitan adl sebelum seorang anak baligh. Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Tidak boleh bagi si wali menunda dilakukan khitan anak sampai si anak melewati masa baligh.”
Lebih afdhal/utama bila khitan ini dilakukan ketika anak
masih kecil krn lbh cepat sembuh dan agar si anak tumbuh di atas keadaan yg
paling sempurna.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar