Hai
orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya,
Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin,
yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah,
dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. (QS Al Maidah:54)
Al-Qur’an
dan Sunnah merupakan dua pusaka Rasulullah Saw yang harus selalu dirujuk oleh
setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan
yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim. Pribadi
muslim yang dikehendaki oleh Al-Qur’an dan sunnah adalah pribadi yang shaleh,
pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang
datang dari Allah Swt.
Persepsi masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda,
bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu
tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah,
padahal itu hanyalah salah satu aspek yang harus lekat pada pribadi seorang
muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al-Qur’an dan
sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga menjadi acuan bagi
pembentukan pribadi muslim.
Bila disederhanakan, sekurang-kurangnya ada sepuluh profil atau
ciri khas yang harus lekat pada pribadi muslim.
1. Salimul Aqidah
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang
harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan
memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia
tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan
dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya
kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: Sesungguhnya shalatku,
ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam (QS 6:162).
Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat
penting, maka dalam da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw
mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid.
2. Shahihul Ibadah.
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu
perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan:
“shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”. Dari ungkapan ini maka
dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk
kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau
pengurangan.
3. Matinul Khuluq.
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia
merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam
hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang
mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.
Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat
manusia, maka Rasulullah Saw ditutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau
sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan
oleh Allah di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman yang artinya: Dan
sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung (QS 68:4).
4. Qowiyyul Jismi.
Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi
pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki
daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan
fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam
Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang
di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian
seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada
pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang
wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim
sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka
Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Mu’min yang kuat lebih aku cintai
daripada mu’min yang lemah (HR. Muslim).
5. Mutsaqqoful Fikri
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah
satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah
fatonah (cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkap ayat-ayat yang
merangsang manusia untuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka
bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: “pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219).
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita
lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim
harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan,
betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran
secara matang terlebih dahulu.
Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada
kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang
artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak
mengetahui?”, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran (QS 39:9).
6. Mujahadatul Linafsihi.
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatul
linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri
seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan
yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang
buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala
seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu.
Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada
setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw
bersabda yang artinya: Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia
menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR.
Hakim).
7. Harishun Ala Waqtihi.
Pandai menjaga waktu (harishun ala
waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu
sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah
Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal
fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya.
Allah Swt memberikan waktu kepada manusia
dalam jumlah yang sama setiap, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24
jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena
itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: “Lebih baik kehilangan jam daripada
kehilangan waktu”. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan
pernah kembali lagi.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut
untuk memanaj waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan
penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung
oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima
perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua,
senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8. Munazhzhamun fi Syuunihi.
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi
syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh
Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait
dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan
dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan
bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.
Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan
secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme selalu
mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban,
adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan merupakan diantara yang
mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.
9. Qodirun Alal Kasbi.
Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang
juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain
yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan.
Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan
manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak
sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak
memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Kareitu pribadi muslim tidaklah mesti
miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia
bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa
depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam
Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah
seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan
keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena
rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill
atau ketrampilan.
10. Nafi’un Lighoirihi.
Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan
sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat
yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan
keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang muslim adanya
tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap
muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal
untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang
muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya.
Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir).
Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam
Al-Qur’an dan hadits, sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita
masing-masing. (Edited by : Ahmad Saikhudin from Ustadz Ahmad Yani’s
Articles)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar