Selasa, 06 Maret 2012

Berdirinya Daulah Umayyah


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sering kita mendengar bahwa peristiwa masa lalu bisa dijadikan sebagai jas merah, sebenarnya maksud dari kata jas merah itu sendiri adalah “jangan sampai melupakan sejarah”. Apalagi kita sebagai orang Islam dan menuntut ilmu di Universitas Islam tentunya harus paham akan sejarah kebudayaan islam di masa lalu. Hal ini perlu agar kita mampu menganalisa dan mengambil ibrah dari setiap peristiwa yang pernah terjadi.
Dalam makalah kali ini akan dibahas mengenai Islam pada masa Daulah Umayyah, tepatnya Islam di Andalusia, berlanjut sampai berdirinya Daulah Bani Abbasiyah. Andalusia yang kita kenal sekarang semula disebut Vandal yang kemudian oleh bangsa Arab disebut Andalusia. Dan untuk lebih detailnya tentang perkembangan Islam di Andalusia ini akan diuraikan dalam bab Pembahasan.
Dengan segala keterbatasan tim penulis, maka dalam makalah ini tidak akan dijabarkan satu persatu secara rinci, tapi akan dibahas inti dari masa daulah
umayyah  pada waktu itu.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah sebagaimana tertuang
dalam kata pengantar, meliputi:
1. Bagaimana kemunculan daulah Umayyah, serta cara-cara yang ditempuh hingga daulah Umayyah II ini berdiri?
2. Masa kejayaan daulah Umayyah, yaitu membahas mengenai pada masa khalifah siapakah masa kejayaan itu terjadi dan prestasi apa saja yang pernah diraih?
3. Runtuhnya daulah Umayyah, yaitu menjelaskan sebab-sebab mengapa daulah Umayyah  runtuh?
4. Runtuhnya daulah Umayyah , daulah siapakah yang berjaya setelah itu?
5. Mengkaji masa keemasan bani Abbasiyah, dan prestasi apa saja yang telah berhasil di dapatkan?
Demikianlah sedikit gambaran mengenai isi makalah ini yang tim penulis buat dengan metode literatur kaji pustaka terhadap buku-buku yang berhubungan dengan tema makalah yang kami buat dan berdasarkan pada diskusi yang kami lakukan.
C. TUJUAN
            Makalah ini penulis sajikan, bertujuan agar mahasiswa/i memahami bagaimana kejayaan Islam dimasa silam, bahwa pada masa lalu Islam mencapai masa keeamasan. Kejayaan itu tidak hanya dibidang Ibadah yang semestinya dilaksanakan oleh umat Islam saja, akan tetapi kejayaan itu juga membawa kemenangan dibidang Ilmu pengetahuan, Sains, dan teknologi.
            Setelah membaca makalah yang kami susun ini, semoga mahasiswa/i termotifasi untuk lebih giat lagi dalam menimba Ilmu pengetahuan, tidak hanya melaliu fakultas atau perguruan tinggi saja, tetapi juga melalui pustaka-pustaka. Sehingga mahasiswa/i tidak lagi bersifat statis, tetapi lebih dinamis dalam mengembangkan Ilmu pengetahuan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Berdirinya Daulah Umayyah
  1. Islam masuk di Andalusia
Andalusia yang semula bernama Vandal pada abad ke-2 sampai ke-5 Masehi merupakan wilayah kekuasaan Romawi, tapi kemudian ditaklukan oleh bangsa Vandal pada awal abad ke-5 Masehi. Setelah itu datanglah bangsa Gothia ke Andalusia memerangi bangsa Vandal dan menguasai Andalusia. Pada Awalnya bangsa Gothia ini kuat sekali tapi kemudian banyak perpecahan dan menyebabkan kemunduran kerajaan itu.
Kemudian setelah Witiza, raja Gothia meninggal digantikan oleh Roderick. Kenaikan Roderick ini tidak disukai oleh putra Witiza, dan untuk merebut kekuasaan mereka bekerja sama dengan Graf Julian yang meminta bantuan pada Musa bin Nushair, gubernur Muawiyah di Afrika. Musa kemudian minta ijin pada Khalifah walid bin Abdul Malik yang berkedudukan di Damascus, dan segera dikirimlah pasukan sebanyak 500 orang dibawah pimpinan Tharif bin Malik untuk menyerbu Spanyol. Setelah kemenangan pasukan ini, Musa mengirimkan pasukan gerak cepat di bawah komando Thariq bin Ziyad, yang kemudian terkenal dengan selat Gibraltar atau Jabal Thariq.
Mendengar kemenangan Thariq, Musa akhirnya tertarik untuk melakukan
penyerangan terhadap Spanyol. Jika Thariq menaklukan kota bagian barat maka
Musa menaklukan bagian timur seperti Sevilla, Marida, dan Toledo. Dan setelah
keduanya bergabung mereka menaklukan Aragon, Castilia, Katalona, Saragosa dan Barcelona hingga ke pegunungan Pyrenia. Hingga akhirnya Musa wafat di penjara akibat korban sepucuk surat.
Setelah jatuhnya wilayah Andalusia ke tangan pemerintahan Daulah Umayyah, diperkirakan terdapat enam orang gubernur yang bertugas mewakili pemerintahan Umayyah di Damaskus, mereka adalah:
a. Abdul Aziz bin Musa bin Nushair, yang berkuasa selama 2 tahun (715-717 M). Pada masa ini dapat dikuasai beberapa wilayah seperti Evora, Santarem, Cainbra, Malaga, dan Ellira.
b. Ayub bin Habib, pada masa pemerintahannya Cordova dijadikan sebagai pusat pemerintahan.
c. Al-Harun bin Abdurrahman al-Tsafiqi (716-719 M)
d. Saman bin Malik Al-Chaulany (719-721 M)
e. Anbasah (723-726 M), pada masa pemerintahannya ia berhasil menguasai wilayah Gallia, Setpimia dan terus ke lembah sungai Rhone.
f. Abdul Rahman al-Ghafiqi (730 M), pada masa ini ia dapat menguasai Hertongdom dan Aquitania yang termasuk wilayah kekuasaan Prancis.
  1. Pendiri Daulah Umayyah
Ketika Daulah Abbasiyah berkuasa, banyak pemuka yang mendukung pemerintahan. Daulah Umayyah dan bani Umayyah dikejar-kejar serta ditangkap. Salah seorang yang selamat dari kejaran para pendukung Daulah Bani Abbas adalah Abdurrrahman. Melalui Palestina dan Afrika Utara, ia berhasil memasuki wilayah Andalusia. Keberhasilannya tidak dicapai dengan mudah tetapi melalui usaha yang gigih, karena pada saat itu Andalusia diperintah oleh Yusuf bin Abdurrahman al-Fikry. Pada masanya banyak terjadi pertentangan antara sesama kabilah Arab serta bangsa Barbar.
Masuknya Abdurrahman ke wilayah Andalusia mengakibatkan pertempuran antara Yusuf dan Abdurrahman di dekat Cordova pada tahun 139 H/ 758 M. Peperangan ini dimenangkan oleh Abdurrahman Ad-Dakhil, dengan demikian ia memasuki Cordova dengan membawa kemenangan dan sejak saat itulah Abdurrahman mendirikan kerajaan Islam di Andalusia.
Karena keberhasilannya itulah ia diberi gelar al-Dakhil, artinya orang yang berhasil memasuki wilayah Andalusia dan selamat dari kejaran pemerintah Daulah Abbasiyah. Sementara itu, Abu Ja’far al-Manshur memberinya gelar “saqar Quraiys”, artinya rajawali Quraiys yang mampu terbang jauh kewilayah Eropa di Andalusia.
  1. Masa pemerintahan amir-amir Bani Umayyah
a. Abdurrahman Al-Dakhil ( 757-788 M )
Setelah mendirikan kerajaan besar di Andalusia, langkah pertama yang dilakukannya adalah memperbaiki keadaan dalam negeri. Hampir seluruh usianya dipergunakan untuk memerangi lawan-lawannya seperti ancaman dari Abu Ja’far Al-Manshur (khalifahAbbasiyah kedua), perlawanan dari raja Frank, Prancis, dan sebagainya. Setelah dirasa aman barulah Abdurrahman melaksanakan pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya. Diantaranya adalah mendirikan masjid agung di Cordova, yaitu masjid Al-Hambra dan setelah beliau wafat pembangunan kemudian dilanjutkan putranya Hisyam I. Abdurrahman wafat di usianya yang ke-61 dan ia telah memerintah selama kurang lebih 31 tahun lamanya.
b. Hisyam bin Abdurrahman ( 796-822 M )
Ia seorang yang salih dan adil. Dalam bidang pendidikan ia sangat mengutamakan sehingga lahirlah jabatan hakim (Qadli). Dan di bidang pembangunan ia menyelesaikan mesjid raya Cordova.
c. Hakam I bin Hisyam ( 796-822 M )
Tabiatnya sangat berbeda dengan ayahnya, ia suka sekali bermubuat maksiat terhadap rakyatnya, sehingga banyak terjadi pemberontakan pada saat itu.
d. Abdurrahman II / Al-Ausath ( 822-852 M )
Ia dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu[1], usaha-usaha yang dilakukannya pun begitu banyak baik di bidang politik, ekonomi, maupun pembangunan.
  1. Masa Pemerintahan Khalifah
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar “An-Nashr” sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaif.
B. Para Khalifah Dinasti Bani Umayyah
            Dinasti Bani Umayyah di Damaskus berkuasa selama hamper satu abad (661 M - 750 M). selama rentang waktu tersebut, dinasti ini dipimpin oleh 14 khalifah, yaitu :
  1. Muawiyah bin Abu Sufyan / Muawiyah I (661-683 M)
  2. Yazid bin Muawiyah / Yazid I (683 M)
  3. Muawiyah bin Yazid / Muawiyah II (683 M)
  4. Marwan bin Hakam /Marwan I (683-685 M)
  5. Abdul Malik bin Marwan (685-705 M0
  6. Walid bin abdul Malik / Walid I (705-715 M)
  7. Sulaiman bin Abdul Malik (715-717 M0
  8. Umar biun Abdul Aziz / Umar II (717-720 M)
  9. Yazid bin Abdul MAlik / yazid II (720-724 M)
  10. Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M)
  11. Walid bin Yazid / Walid II (743-744 M)
  12. Yazid bin Walid / Yazid III (744 M)
  13. Ibrahim bin Walid I (744 M)
  14. Marwan biun Muhammad / Marwan II (744-750 M)
C. Masa Kejayaan Daulah Umayyah
1. Perkembangan Kota dan Seni Bangun
Ketika Al-Dakhil berkuasa, Cordova menjadi ibu kota Negara. Ia membangun kembali kota ini dan memperindahnya, serta membangun benteng di sekeliling kota dan istananya.Sepeninggal al-Dakhil, Cordova terus berkambang dan menjadi salah satu kota terkemuka di dunia.Peninggalan al-Dakhl yang kini masih tegak berdiri adalah Masjid Jami Cordova.
Pada masa Hisyam1 dimana ia memugar kembali jembatan tua yang dibangun oleh al-khaulani, di samping menanbah bangunan-bangunan megah dan taman-taman yang indah. Pemugaran selanjutnya dilakukan pada masa Al-Mustanshir dan Al-Manshur.
Pada masa Al-Mustanshir dan Al-Mu’ayyah yang merupakan perkembangan paling pesat yang terjadi pada saat itu dimana pusat kota yang dikelilingi oleh tembok dengan tujuh pintu gerbangnya, pada waktu itu sudah berada di tengah, karena berkembangnya daerah pinggiran di sekitarnya.
Kebanggaan Cordova :
  1. Al-Qashr al-Kabir
  2. b. Al-Rushafah
  3. Masjid Jami’ Cordova
  4. Jembatan Cordova
  5. Al-Zahrar
  6. Al-Zahirah
2. Perkembangan Bahasa dan Sastra Arab
Bahasa Arab masuk ke Andalusia bersamaan dengan masuknya Islam ke daratan itu.Syalibi yang mengutip keterangan Nicholson menyatakan bahwa pada permulaan abad IX M bahasa arab sudah menjadi bahasa resmi di Andalusia.
Sejalan dengan perkembanga bahaAsa arab, berkembang pula kesusastraan Arab yang dalam arti sempit, disebut adab, baik dalam bentuk puisi maupun prosa. Diantar jenis prosa adalah khithabnah, tarrasul, maupun karta fiksi lainnya.Menurut Amer Ali”Orang –arang Arab Andalusia adalah penyair-penyair alam.Mereka menemukan bermacam jenis puisi, yang kemudian dicontoh oleh orang-orang Kristen di Eropa selatan.
Sastrawan yang terkemuka pada masa itu di antaranya adalah :
a. Abu Amr Ahmad ibn Muhammmad ibn Abd Rabbih
b. Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid
c. Ibn Hazm orang penyair sufi yang banyak mengubah puisi-puisi cinta.
d. Muluk al-thawaif dianggap penyair paling besar di Andalusia
pada masa itu
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Pemisahan Andalusia dari Bagdad secara politis, tidak berpengaruh terhadap transmisi keilmuan dan peradaban antara keduanya.Banyak muslimi Andalusia yang menuntut Ilmu di negeri Islam belahan timur itu, dan tidak sedikit pula paa ulama dari timur yang mengembangkan ilmunya di Andalusia.
Kebanyakan umat Islam menganut paha Maliki dimana dasar pemikiran hukumnya adalah hadits.Perhatian muslim Andalusia terhadap hadits Rasulilllah saw amat besar pada waktu itu.Mahzab ini diperkenalkan pertama kali oleh Ziyad ibn Abd al-Rahman Ibn Ziyad al-lahmi.Tokoh lain yang tidak kalah populernya dalam pengembangan ilmu fiqih ialah Abu Bakar Muhmmad ibn Marwan ibn Zuhr. Ilmu agama yang berkembang amat pesat adalah Ilmu Qira’at, yaitu ilmu yang membahas fadh-lafadh Al-Qur’an yang baik dan benar. Abu Amr al-Dani Utsman ibn Said adalah ulama ahli Qira’at kenamaan dari Andalusia yang mewakili generasinya.
Sejalan dengan perkembangan filsafat, berkembang pula ilmu-ilmu lain. Ilmu pasti yang banyak digemari bangsa Arab berpangkal dari buku India Sinbad yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Ibrahim al-Fazari. Perkembangan ini sangat erat kaitannya dengan kerjasama yang harmonis antara penguasa, hartawan, dan para ulama. Kepercayaan umat Islam pada waktu itu adalah, kewajiban menuntut ilmu merupakan tanggung jawab pemerintah.
Andalusia pada kala itu sudah mencapai tingkat peradaban yang sangat maju, sehingga hampir tidak ada seorang pun penduduknya yang buta huruf. Dari Andalusia ilmu pengetahuan dan peradaban arab mengalir ke negara-negara Eropa Kristen, melalui kelompok-kelompok terpelajar mereka yang pernah menuntut ilmu di Universitas Cordova, Malaga, Granada, Sevilla atau lembaga-lembaga ilmu pengetahuan lainnya di Andalusia.
D. Runtuhnya Daulah Umayyah
Keruntuhan daulah Umayyah di Andalusia dipengaruhi oleh banyak faktor, faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Konflik Islam dengan Kristen
Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
2. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat – tempat lain, para mukallaf diperlakukan sebagai orang islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang – orang Arab tidak pernah menerima orang –orang pribumi. Setidak –tidaknya sampai abad ke-10 M, mereka msih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para mukallaf, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok – kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersrbut. Hal ini menunjukan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, disamping kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.
3. Kesulitan Ekonomi
Di paruh ke dua masa islam di Spanyol, para penguasa membangun kota
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat “serius”, sehingga lalai
membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat membertkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
4. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan diantara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ketangan Ferdinan dan Issabella, diantaranya juga disebabkan permasalahan ini.
5. Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen disana.

DAULAH BANI ABBASIYAH

Sepeninggal Hisyam bin Abd al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah, tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya pada tahun 750 M, daulah Bani Umayyah dapat digulingkan dan pemerintahan pun berpindah tangan kepada Bani Abbasiyah. Karena sifat masalah yang berkembang di bawah dinasti Umayyah terlalu arogan membuat Bani Abbasiyah mengadakan suatu revolusi, bukan hanya melakukan pergantian dinasti saja. Kemajuan-kemajuan telah dirasakan oleh kaum muslimin dalam masa ini, terlebih ketika kepemerintahan dipegang oleh khalifah Harun al-Rasyid, dan putranya al-Makmun.
Dalam zamannya tersebut, berbagai disiplin ilmu telah dilahirkan atas jasa beberapa tokoh intelektual muslim, kedokteran, filsafat, kimia, sejarah, dan geografi, misalnya.
A. Masa Keemasan Bani Abbasiyah
Dinamakan khalifah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Suffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132-565 H (750-1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi tiga periode[1] yaitu:
1. Periode pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M). Kekuasaan pada periode ini berada di tangan para khalifah.
2. Periode kedua (232 H/847 M – 590 H/1194 M). Pada periode ini kekuasaan hilang dari tangan para khalifah berpindah kepada kaum Turki (232-234 H), golongan Bani Buwaim (334-447 H), dan golongan Bani Saljuq (447-590 H).
3. Periode ketiga (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), pada periode ini kekuasaan berada kembali di tangan para khalifah, tetapi hanya di Baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun, setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbasiyah mulai menurun dalam bidang politik meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan berkembang.[2]
Kalau dasar-dasar pemerintahan Bani Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-Abbas dan Abu Ja’far al-Mansur, maka puncak keemasannya dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu: Al-Mahdi (775-785 M), Al-Hadi (775-786 M) ,Harun al-Rasyid (785-809 M) ,Al-Ma’mun (813-833 M) ,Al-Mu’tashim (833-842 M) ,Al-Wasiq (842-847 M) ,Al-Mutawakkil (847-861 M).
Pada masa al-Mahdi, perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi.[3]
Popularitas Daulah Bani Abbasiyah mencapai puncaknya pada zaman khalifah Harun al-Rasyid dan putranya al-Makmun. Ketika mendirikan sebuah akademi pertama di lengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan. Adapun kemajuan yang dapat dicapai adalah sebagai berikut :[4]
1. Lembaga dan kegiatan ilmu pengetahuan
Sebelum dinasti Bani Abbasiyah, pusat kegiatan dunia Islam selalu bermuara pada masjid. Masjid dijadikan center of education. Pada dinasti Bani Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam ma’had. Lembaga ini kita kenal ada dua tingkatan, yaitu :
a. Maktab/kuttab dan masjid yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak remaja belajar dasar-dasar bacaan, menghitung dan menulis serta anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama.
b. Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam Islam pergi ke luar daerah atau ke masjid-masjid, bahkan ke rumah gurunya. Pada tahap berikutnya, mulailah dibuka madrasah-madrasah yang dipelopori Nizhamul Muluk yang memerintah pada tahun 456-485 H. Lembaga inilah yang kemudian berkembang pada masa dinasti Bani Abbasiyah.
2. Corak gerakan keilmuan
Gerakan keilmuan pada dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik, kajian keilmuan yang kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu kedokteran, di samping kajian yang bersifat pada al-Qur’an dan al-Hadits, sedang astronomi, mantiq dan sastra baru dikembangkan dengan penerjemahan dari Yunani.
3. Kemajuan dalam bidang agama
Pada masa dinasti Bani Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama dua metode, yaitu tafsir bil al-ma’tsur (interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari nabi dan para sahabat), dan tafsir bil al-ra’yi (metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada hadits dan pendapat sahabat).[5]
Dalam bidang hadits, pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan dari para sahabat. Pada zaman ini juga mulai diklasifikasikan secara sistematis dan kronologis.
Dalam bidang fiqh, pada masa ini lahir fuqaha legendaris, seperti Imam Hanifah (700-767 M), Imam Malik (713-795 M), Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Ahmad ibn Hambal (780-855 M).
Ilmu lughah tumbuh dan berkembang dengan pesat pula karena bahasa Arab yang semakin dewasa memerlukan suatu ilmu bahasa yang bersifat menyeluruh.
4. Ilmu pengetahuan sains dan teknologi
Kemajuan tersebut antara lain:
a. Astronomi, ilmu ini melalui karya India Sindhind, kemudian diterjemahkan Muhammad ibn Ibrahim al-Farazi (77 M). Di samping itu, masih ada ilmuwan Islam lainnya, seperti Ali ibn Isa al-Asturlabi, al-Farghani, al-Battani, Umar al-Khayyam dan al-Tusi.
b. Kedokteran, dokter pertama yang terkenal adalah Ali ibn Rabban al-Tabari. Tokoh lainnya al-Razi, al-Farabi dan Ibnu Sina.
c. Kimia, tokohnya adalah Jabir ibn Hayyan (721-815 M). Tokoh lainnya al-Razi, al-Tuqrai yang hidup di abad ke-12 M.
d. Sejarah dan geografi, tokohnya Ahmad ibn al-Yakubi, Abu Ja’far Muhammad bin Ja’far bin Jarir al-Tabari. Kemudian ahli ilmu bumi yang terkenal adalah Ibnu Khurdazabah (820-913 M).
5. Perkembangan politik, ekonomi dan administrasi
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah periode I, kebijakan-kebijakan politik yang dikembangkan antara lain :
a. Memindahkan ibu kota negara dari Damaskus ke Baghdad
b. Memusnahkan keturunan Bani Umayyah
c. Merangkul orang-orang Persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abbasiyah memberi peluang dan kesempatan besar kepada kaum Mawali.
d. Menumpas pemnberontakan-pemberontakan
e. Menghapus politik kasta
f. Para khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan Mawali.
g. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia
h. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
i. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah (Hasjmy, 1993: 213-214).
Selain kemajuan di atas, pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan maju dan menunjukkan angka vertikal. Devisa negara penuh dan melimpah ruah. Khalifah al-Mansur merupakan tokoh ekonomi Abbasiyah yang mampu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam ekonomi dan keuangan negara. Di sektor perdaganganpun merupakan yang terbesar di dunia saat itu dan Baghdad sebagai kota pusat perdagangan.[6]
B. Faktor-faktor Pendukung Masa Keemasan
Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi masa keemasan Bani Abbasiyah, khususnya dalam bidang bahasa,[7] adalah:
1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa itu memberi saham-saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase.
a. Fase pertama, pada masa khalifah al-Mansur hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq
b. Fase kedua, berlangsung mulai khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300 H.
c. Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang yang diterjemahkan semakin luas.
Dengan gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Akan tetapi, secara garis besar ada dua faktor penyebab tumbuh dan kejayaan Bani Abbasiyah,[8] yaitu:
1. Faktor internal: faktor yang berasal dari dalam ajaran Islam yang mampu memberikan motivasi bagi para pemeluk untuk mengembangkan peradabannya.
2. Faktor eksternal, ada 4 pengaruh, yaitu :
a. Semangat Islam
b. Perkembangan organisasi negara
c. Perkembangan ilmu pengetahuan
d. Perluasan daerah Islam.
Adapun penyebab keberhasilan kaum penganjur berdirinya khilafah Bani Abbasiyah adalah karena mereka berhasil menyadarkan kaum muslimin pada umumnya, bahwa Bani Abbas adalah keluarga yang dekat kepada Nabi dan bahwasanya mereka akan mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah Rasul serta menegakkan syariat Islam.[9]
C. Lahirnya Tokoh-Tokoh Intelektual Muslim
Pada masa daulah Bani Abbasiyah, telah banyak tokoh-tokoh intelektual muslim yang berhasil menemukan berbagai bidang ilmu pengetahuan, antara lain yaitu :[10]
1. Filsafat
Setelah kitab-kitab filsafat Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, kaum muslimin sibuk mempelajari ilmu filsafat, sehingga lahir filosof dunia yang terkenal, yaitu :
a. Abu Ishak al-Hindy (karyanya lebih dari 231 judul)
b. Abu Nashr al-Faroby (karyanya sebanyak 12 buah)
c. Ibnu Sina (karyanya al-Qanun fil al-Thib)
d. Ibnu Bajah
e. Ibnu Thufnil
f. Al-Ghazali (terkenal dengan karyanya Ihya’ Ulumuddin)
g. Ibn Rusyd (terkenal dengan Averoes di wilayah barat).
2. Kedokteran
Daulah Bani Abbasiyah telah melahirkan banyak dokter ternama, yaitu:
a. Abu Zakaria Yuhana ibn Masawih
b. Sabur ibn Sahal
c. Abu Zakaria al-Razi (tokoh pertama yang membedakan cacar dengan measles)
d. Ibnu Sina
3. Matematika
Di antara ahli matematika Islam terkenal adalah beliau pengarang kitab Al-Gebra (al-Jabar), ahli matematika yang berhasil menemukan angka nol (0).
4. Farmasi dan Kimia
Di masa para ahli farmasi dan kimia pada masa pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah adalah Ibnu Baithar (karyanya yang terkenal adalah al-Mughni).
5. Perbintangan
Tokoh ilmu perbintangan antara lain:
a. Abu Manshur al-Falaky
b. Jabir al-Batany (pencipta teropong bintang)
c. Raihan al-Bairleny
d. Abu Ali al-Hasan ibn al-Hitami (terkenal dengan al-Hazen dalam bidang optik).
6. Tafsir dan Hadits
Ilmu tafsir yang berkembang pesat adalah tafsir al-Ma’tsur dan al-Ra’yi di antara tokoh-tokohnya adalah :
a. Ibnu Jarir al-Thabari (ahli tafsir al-Ma’tsur
b. Ibnu Athiyah al-Andalusy (ahli tafsir al-Ma’tsur)
c. Abu Bakar Asam (ahli tafsir al-Ra’yi)
d. Abu Muslim Muhammad (ahli tafsir al-Ra’yi)
Sedangkan tokoh ilmu hadits yang terkenal antara lain :
a. Imam Bukhari (wafat 256 H/870 M)
b. Imam Muslim (wafat 261 H/875 M)
c. Ibn Majah (wafat 273 H/877 M)
d. Abu Dawud (wafat 275 H/889 M)
e. Al-Tirmidzi (wafat 279 H/892 M)
f. Al-Nasa’i (wafat 303 H/915 M).
7. Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh
Thaha Jabir Fayadl al-Ulwani (1987: 87-88) menjelaskan bahwa madzhab fiqih Islam yang muncul setelah sahabat dan khabar al-tabi’in berjumlah 13 aliran. Ketiga belas aliran ini berafiliasi dengan aliran ahlussunnah. Namun tidak semua aliran itu dapat diketahui dasar-dasar dan metode istimbath hukum. Adapun di antara pendiri 13 itu adalah sebagai berikut :
1. Abu Sa’id al-Hasan ibn Yasar al-Bashri (w. 110 H)
2. Abu Hanifah al-Nu’man ibn Tsabit ibn Zuthi (w. 150 H)
3. Al-Auza’i Abu ‘Amr Abd al-Rahman ibn Amr ibn Muhammad (w. 157 H)
4. Sufyan ibn Sa’id ibn Masruq al-Tsauri (w. 160 H)
5. Al-Laits ibn Sa’d (w. 175 H)
6. Malik ibn Anas al-Bahi
7. Sufyan ibn Uyainah (w. 198 H)
8. Muhammad ibn Idris al-Syafi’i (w. 204 H)
9. Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal (w. 241 H)
10. Daud ibn Ali al-Ashbahani al-Baghdadi (w. 270 H)
11. Ishaq ibn Rahawaih (w. 238 H)
12. Abu Tsaur Ibrahim ibn Khalid al-Kalabi (w. 240 H)
Aliran hukum Islam yang terkenal dan masih ada pengikutnya hingga kini hanya beberapa di antaranya :
1. Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah pendiri madzhab Hanafi. Nama lengkapnya Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit bin Zufiat al-Tamimi yang masih mempunyai pertalian hubungan kekeluargaan dengan Ali bin Abi Thalib. Lahir di Kufah 80H/699 M pada masa pemerintahan al-Walid bin Abdul Malik. Semasa hidupnya beliau dikenal sebagai seorang yang sangat dalam ilmunya, ahli zuhud, sangat tawadhu’, dan sangat teguh memegang ajaran agama. Beliau wafat pada tahun 150 H/767 M pada usia 70 tahun. Dasar-dasar yang menjadi sumber hukum Islam madzhab Hanafi adalah :
a. Al-Qur’an
b. Sunnah
c. Fatwa-fatwa sahabat
d. Qiyas
e. Istihsan
f. Urf
2. Imam Malik ibn Anas
Dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H. Imam Malik adalah seorang ulama yang sangat terkemuka, terutama dalam ilmu hadits dan fiqh. Dasar-dasar yang menjadi sumber hukum Islam madzhab Maliki adalah :
a. Al-Qur’an
b. Sunnah
c. Ijma ulama Madinah
d. Fatwa sahabat
e. Qiyas
f. Masalihul mursalah
3. Imam Syafi’i
Nama lengkapnya Muhammad bin Idris asy-Syafi’i al-Quraisyi, dilahirkan di Ghazah, pada tahun 150 H. Beliau wafat di Mesir. Kitab-kitabnya hingga kini masih dibaca orang. Murid-muridnya yang terkenal di antaranya adalah : Muhammad bin Abdullah bin al-Ahkam, Abu Ibrahim bin Ismail bin Yahya al-Muzani. Dasar-dasar yang menjadi sumber hukum Islam madzhab Syafi’i adalah :
a. Al-Qur’an
b. Sunnah
c. Ijma
d. Qiyas
e. Istidlal
4. Imam Ahmad Hanbali
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal al-Syaibani. Beliau dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul Awal 164 H/780 M. Imam Ahmad bin Hanbal banyak mempelajari dan meriwayatkan hadits. Dia berhasil menyusun kitab himpunan hadits, yang terkenal dengan nama Musnad Ahmad Hanbali.
Dasar-dasar yang menjadi sumber hukum Islam/dalil hukum Islam (mashadir al-ahkam, adillat al-ahkam) madzhab Hanbali adalah :
a. Al-Qur’an
b. Sunnah (hadits shahih)
c. Fatwa para sahabat
d. Hadits yang lemah (dhaif/hasan)
e. Qiyas
5. Imam Ja’far
Nama lengkapnya Imam Ja’far ash-Shaddiq (80-146 H/699-765 M), adalah Ja’far bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abiding bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Beliau dilahirkan pada tahun 80 H (699 M).
Ja’far al-Shadiq adalah seorang ulama besar dalam banyak bidang ilmu, seperti ilmu filsafat, tasawuf, fiqh, kimia dan ilmu kedokteran. Beliau adalah Imam yang keenam dari dua belas Imam dalam madzhab Syi’ah Imamiyah. Di kalangan kaum sufi beliau adalah guru syaikh yang besar, sedang di kalangan ahli Kimia beliau dianggap sebagai pelopor ilmu Kimia, beliau adalah guru dari Jabir bin Hayyan, ahli Kimia dan Kedokteran Islam.
Fiqh Ja’fari adalah fiqh dalam madzhab Syi’ah pada zamannya, karena sebelum dan pada masa Ja’far ash-Shiddiq tidak ada perselisihan. Perselisihan dan perbedaan pendapat baru muncul sesudah masanya.
Dasar-dasar yang menjadi sumber hukum/dalil hukum (mashadir al-ahkam, adillat al-ahkam), madzhab Ja’fari adalah :
a. Al-Qur’an
b. Sunnah, yang diriwayatkan oleh Imam-imam (perawi-perawi) yang diakui oleh mereka
c. Ijma’, yang diakui oleh mereka adalah ijma’ di kalangan Syi’ah.
d. ‘Aqal (Ra’yu)
8. Kalam dan Bahasa
Perdebatan para ahli mengenai dosa, pahala, surga, dan neraka serta pembicaraan mereka mengenai ilmu ketuhanan atau tauhid menghasilkan ilmu, yaitu ilmu tauhid dan ilmu kalam. Para pelopornya adalah Jaham ibnu Shafwan, Wasil bin Atha’.
Sedangkan ilmu bahasa yang berkembang pada waktu itu adalah nahwu, bayan, badi’ dan arudl. Di antara ilmuwan bahasa yang terkenal, adalah:
a. Imam Sibawih (karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1.000 halaman)
b. Al-Kasai
c. Abu Zakaria al-Farra (kitab nahwunya terdiri dari 6.000 halaman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar