BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Sesungguhnya
invansi pasukan mongol terhadap wilayah-wilayah Islam
adalah tragedy besar yang tidak ada tandingannya sebelum ini dan
sesudahnya. Kendati sebelumnya didahului dengan perang
salib, sesungguhnya perang salib tidak ada apa-apanya
jika dibandingkan dengan invansi pasukan mongol. Betapapun banyaknya jumlah korban perang dari kaum muslimin pada keseluaruhan
perang salib, sesungguhnya itu masih relative kecil jika
dibandingkan dengan jumlah korban perang dari kalangan
kaum muslimin pada satu perang diantara sekian banyaknya perang
yang dilancarkan pasukan Mongol secara brutal dan sadis tersebut. Kaum muslimin mengalami
kerugian yang tidak terhitung akibat kolonialisme modern, namun penghancuran oleh para penjajah di seluruh negeri tidak
sebanding dengan penghancuran oleh pasukan Mongol
terhadap satu kota saja Bagdad
misalnya.
Barangkali
manusia tidak pernah melihat pembantaian, pembunuhan dan
penghancuran yang sadis dan kejam dalam sejarahnya, kecuali
pembantaian di akhir perjalanan dunia nanti oleh Ya’juj
dan Ma’juj. Dajjal saja tidak membunuh pengikutnya dan
hanya, membunuh para penentangnya. Sedangkan mereka bangsa Mongol tersebut tidak menyisahkan seorang pun, semuanya dibabat habis.
Tidak ada pengecualian antara laki-laki, wanita dan
anak-anak. Mereka belah perut wanita- wanita hamil
kemudian membunuh bayi-bayinya.
Invasi
pasukan mongol berimbas pada perubahan social, moralitas dan politik
terhadap negeri-negeri Islam. Sebagaimana invansi pasukan Mongol
mengakibatkan dampak negative dalam masyarakat Islam,
disamping itu juga mengakibatkan dampak positif bagi ummat Islam, yaitu
membangun perasaan kaum muslimin terhadap pentingnya persatuan dan membuang
jauh-jauh perpecahan.
Jikalau
ditelusuri historisnya, umat Islam pada waktu itu tersebar dimana-
mana dari jazirah Arab sampai Eropa dibawah naungan
Negara-negara Islamiyah, yang sudah barang tentu system
pemerintahannya sudah mulai mendekati ideal, disamping
itu pula, peradapan dan ilmu pengetahuan mulai berkembang pesat, ini semunya menandakan bahwa pada waktu itu ilmuwan dan cendekiawan muslim
mulai banyak seperti Ibnu Taimiyah. Akan tetapi ironis sekali
bilamana Negara Islam tatkala itu dikikis habis oleh
Negara Mongol, bagaikan debu yang ada di atas batu licin
yang diterpa angin yang kencang. Atas dasar pertimbangan itulah, penulis akan
mencoba menguak dan menelusuri sebab-musabab keberhasilan Mongol
menguasai Negara Islam dan termasuk menghancurkan Bagdad. Sebagai sentral umat Islam pada waktu itu, disamping itu pula, penulis akan menggali sejarah sebab
hancurnya Negara-negara Islam.
Pokok
bahasan dalam makalah yang berjudul Serangan-Serangan Mongol
Jengis
Khan dan Hulako Khan adalah sebagai berikut :
- Latar Belakang Bangsa Mongol
- Agamanya
- Sejarah Perkembangannya
- Serangan-serangan Jengis Khan dan Hulaho Khan
- Dampak Positif dan Negatif atas Invasi Mongo
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
PERADABAN ISLAM PADA KERAJAAN
MONGOL DI INDIA
( Periode
Pertengahan 1250-1800 )
- Latar Belakang Bangsa Mongol
Asal mula bangsa Mongol adalah dari
masyarakat hutan yang mendiami Siberia dan
Mongol Luar di sekitar danau Baikal dan pegunungan Altani tepatnya di bagian barat laut Cina. Sebenarnya mereka itu bukanlah suku nomad
yang berpindah-pindah dari satu stepa ke stepa yang lain,
walapun mereka menaklukkan banyak stepa dengan
ketangkasannya menunggang kuda.
Pemimpin atau Khan bangsa Mongol
yang pertama diketahui dalam sejarah
adalah Yesugei (1175). Ia adalah ayah Chinggis (Chingis atau Jengis). Chinggis aslinya bernama Temijin, seorang pandai besi yang mencuat
namanya karena perselisihan yang dimenangkannya melawan
Ong Khan atau Togril, seorang kepala suku Kereyt.
Chinggis sebenarnya adalah gelar bagi Temujin yang diberikan
kepadanya oleh sidang kepala-kepala suku Mongol yang mengangkatnya
sebagai pemimpin tertinggi bangsa itu pada tahun 1206, atau juga disebut Chingis Khan/Raya yang Agung, ketika ia berumur 44 tahun.
Perlu diketahui juga, bahwasannya bangsa Mongol adalah
bangsa yang pemberani dan tegar dalam berperang.
B. Agama
Bangsa Mongol
Bangsa Mongol tidak memeluk salah
satu agama samawi dari ketiga agama
samawi. Padahal mereka hidup dan berinteraksi dengan pengikut agama Yahudi, Kristen dan Islam. Jengis Khan juga
menyempurnakan moral masyarakatnya dengan undang-undang
yang dibuatnya, yaitu Ilyasa atau Yasaq. Disamping itu
juga, Jengis Khan juga mengatur kehidupan beragama dengan Shamanism, yaitu menyembah matahari dan bersujud kepadanya ketika
terbit, dan diantara syariatnya adalah tidak mengharamkan
apapun kepada pengikutnya untuk makan hewan apa saja yang mereka temui meskipun
sudah menjadi bangkai. Adapun agama-agama samawi yang
sampai di tengah-tengah mereka karena faktor invansi
bangsa Mongol itu sendiri, Misalnya agama Islam pengaruh dari
Persia dan daeah-daerah Golden Holde, agama Budha
pengaruh dari Tibet dan Persia dan agama Kristen datang dari Eropa.
Sebelum ditinjau lebih jauh, bisa
kita lihat mengapa dan apa yang menjadi tujuan dalam ajaran agama bangsa Mongol
tersebut. Di dalam pembahasan dituliskan bahwa para pengikut atau pemeluk
ajaran agamanya tidak begitu mendominasi ajaran yang terkandung didalamnya,
akan tetapi mereka juga berusaha atau lebih menutamakan masalah moral. Dalam
hal ini, mereka juga menyempurnakan moral masyarakatnya melalui undang-undang
yang telah dibuatnya, seperti dibawah ini :
Ada
5 Diantara ajaran yang terdapat dalam kitab Ilyasa adalah :
1.
Barangsiapa yang melakukan
hubungan diluar nikah, maka harus dibunuh, baik
yang sudah pernah nikah atau belum.
2.
Barangsiapa
yang melakukan
hubungan seksual akan dibunuh.
3.
Barangsiapa
yang berdusta dengan sengaja, maka dibunuh.
4.
Barangsiapa yang
menyihir, maka akan dibunuh.
5.
Barangsiapa
yang buang air kecil di air yang tidak bergerak, maka akan dibunuh.
Dan yang menjadi
pertanyaan dalam hal ini adalah, mengapa ajaran-ajaran tersebut memilki sangsi
yang kejam, seperti harus dibunuh bagi orang yang melanggarnya ? Dari setiap
ajaran, tentunya memiliki sangsi-sangsi tersendiri. Dalam hal ini bisa kita lihat,
mengapa begitu keras sangsi yang diberikan. Tentunya bisa kita tinjau dari segi
apa tujuan yang terkandung didalamnya. Tujuannya tidak lain adalah untuk
menciptakan keamanan dan kenyamanan yang kondusif bagi masyarakatnya.
Selanjutnya, Abbasiyah di Bagdad menghindarkan
diri dari serbuan Mongol, ia diburu oleh lawannya hingga ke India 1221, yang akhirnya ia lari ke Barat. Toluy,
salah seorang anak Chinggis, diutus ke Khurrasan
sementara anaknya yang lain, yakni Jochi dan Chaghatay
bergerak untuk merebut wilayah
sungai Sir Darya Bawah dan Khawarazm.
Wilayah kekuasaan Jengis Khan
yang luas dibagi untuk empat orang putranya
sebelum ia meninggal dunia tahun 624/1227. Pertama ialah Jochi, anaknya yang sulung
mendapat wilayah Siberia bagaian Barat dan
Stepa Qipchaq yang membentang hingga Rusia selatan, di
dalamnya terdapat Khawarazm. Namun ia meninggal dunia
sebelum wafat ayahnya Jengis, dan wilayah warisannya itu
diberikan kepada anaknya Jochi yang bernama Batu atau Orda. Batu mendirikan Horde (kelompok) Biru di Rusia Selatan sebagai pilar dasar
berkembangnya Horde putih di Siberia Barat. Kedua kelompok itu
bergabung dalam abad ke 14 yang kemudian muncul sebagai
ke khanan yang bermacam ragamnya di Rusia, Siberia dan
Turkistan, termasuk di Crimea, Astrakhan, Qazan,
Qasimov, Tiumen, Bukhara,
dan Khiva. Syaibaniyah atau Ozbeg, salah satu cabang keturunan Jochi berkuasa
di Khawarazm dan Transoxania dalam abad ke 15 dan 16.
Kedua
adalah Chaghatay, mendapat wilayah berbentang ke Timur, sejak dari
Transocania hingga Turkistan Timur atau Turkistan Cina. Cabang barat dari keturunan
Chaghatai yang bermukim di Tranxosania segera masuk ke dalam lingkungan
pengaruh Islam. Namun akhirnya dikalahkan oleh kekuasaan Timur Lenk.
Sedangkan cabang timur dari keturunan Chaghatay berkembang di Semirechye,
Ili, T’ien Syan di Tamrin. Mereka lebih tahan
terhadap pengaruh
Islam, tetapi akhirnya mereka ikut
membantu menyebarkan Islam di wilayah Turkistan Cina
dan bertahan disana hingga abad ke XVII.
Ketiga
bernama Ogedey, adalah putra Jengis Khan yang terpilih oleh dewan
Pimpinan Mongol untuk menggantikan ayahnya sebagai Khan Agung yang mempunyai
wilayah di Pamirs dan Tien Syan. Tetapi dua generasi Khan tertinggi jatuh
ke tangan keturunan Toluy. Walaupun demikian, cucu Ogedey yang bernama Qaydu
dapat mempertahankan wilayahnya di Pamirs dan Tien Syan, mereka berperang
melawan anak turun Chaghatay dan Qubulay Khan, hingga ia meninggal
dunia tahun 1301.
Keempat
adalah Tuli, si bungsu mendapat bagian wilayah Mongolia sendiri.
Anak-anaknya, yakni Mongke dan Qubulay menggantikan Ogedey sebagai
Khan Agung. Mongke bertahan di Mongolia
yang ber ibu kota
di Qaraqarum.
Sedangkan Qubulay Khan menaklukan Cina dan berkuasa disana yang
dikenal sebagai dinasti Yuan yang memerintah hingga abad ke-XIV, yang kemudian
digantikan dinasti Ming. Mereka memeluk agama Budha yang berpusat di
Beijing, dan
mereka akhirnya bertikai melawan saudara-saudaranya dari Khan. Khan
Mongol yang beragama Islam di Asia Barat dan Rusia. Adalah Hulako Khan,
saudara Mongke Khan dan Qubulay Khan, yang menyerang wilayah-wilayah Islam
sampai ke Bagdad.
C Serangan-serangan
Mongol
Wilayah kultur Arab
menjadi jajahan Mongol setelah Bagdad
ditaklukkan oleh Hulako Khan,
1258. Ia membentuk kerajaan II Khaniyah yang berpusat di Tabris
dan Maragha. Ia dipercaya oleh saudaranya, Mongke Khan untuk mengembalikan wilayah-wilayah Mongol di Asia Barat yang telah lepas
dari kekuasan Mongol setelah kematian Chinggis. Ia
berangkat dengan disertai pasukan yang besar untuk
menunaikan tugas itu tahun 1253 dari Mongolia. Atas kepercayaan saudaranya tersebut, Hulako Khan dapat menguasai wilayah
yang luas seperti Persia, Irak, Caucasus dan Asia Kecil sebelum
menundukkan Bagdad, ia telah menguasai pusat gerakan Syi’ah Isma’iliyah di
Persia Utara, tahun 1256.
Jatuhnya ibu kota
Abbasiyah yang didirikan oleh Khalifah kedua, al-
Mansur itu, berkaitan erat sekali dengan seseorang yang bernama
Ibnu al-Qami’ ia berhasil merayu pasukan Mongol untuk
menyerang Bagdad. Pada awal tahun 656 H / 1258 M, Hulako Khan mengirimkan pasukan ke Bagdad di bawah
pimpinan dua amirnya sebagai pasukan awal sebelum kedatangannya,
kemudian pada tanggal 12 Muharram pada tahun yang sama,
pasukan yang berkekuatan 200 ribu personel dan dipimpin langsung oleh Hulako
Khan tiba di Baghdad. Mereka mengepung Baghdad dari dua arah, barat dan timur, pada
akhirnya diadakan perjanjian antara Hulako dan Mu’tashim.
Mu’tashim dikawal tujuh ratus dari kalangan hakim,
fuqoha’, orang-orang sufi dan pejabat Negara. Pada akhirnya
mereka semua dibunuh oleh Hulako Khan tidak tersisa sama sekali, hal ini atas permintaan Ibnu al-Qami’ dan Nashiruddin at-Thutsi. Demikian
juga membunuh sebagian besar keluarga khalifah dan
penduduk yang tak berdosa. Akibat pembunuhan dan
kerusakan kota
itu timbullah wabah penyakit, lantaran mayat-mayat yang
bergelimpangan belum sempat dikebumikan. Hulako mengenakan
gelar II Khan dan menguasai wilayah yang lebih luas lagi hingga ke Syiria Utara, seperti kota Aleppo, Hama,
dan Harim.
Selanjutnya ia ingin merebut
Mesir, tetapi malang,
pasukan Mamluk rupanya lebih kuat dan
lebih cerdik sehingga pasukan Mongol dapat dipukul di ‘Ain
Jalut, Palestina, tahun 1260 sehingga mengurungkan niatnya melangkahi Mesir. Ia sangat tertarik pada bangunan dan arsitektur yang indah dan
filsafatnya. Atas saran Nasiruddin at-Tusi, seorang
Filosof Muslim besar. Ia membangun ovservatorium di
Maragha tahun 1259.
Yang menjadi pertanyaan dalam hal ini adalah,
mengapa para pengikut dari khlaifah itu sendiri yang memerintahkan kepada para pasukan bangsa Mongol untuk
melakukan pembunuhan secara besar-besaran terhadap golongan khalifah. Bisa
dilihat dari motif pembunuhan tersebut apa. Ternyata setelah ditelusuri,
diketahui bahwa motif pembunuhan tersebut adalah untuk dalam hal merebut
kekuasaan serta menguasai wilayah Mesir pada saat itu.
Hulako yang memerintah hingga tahun
1265 digantikan oleh anaknya, Abaqa,
1265-1282. Ia sangat menaruh perhatian kepada umat Kristen karena pengaruh janda ayahnya yang beragama Kristen Nestorian, yakni Doqus
Khatun. Orang-orang Mongol Khaniyah ini bersekutu dengan
orang-orang Salib, penguasa Kristen Eropa, Armenia
Cilicia untuk melawan Mamluk dan keturunan
saudara-saudaranya sendiri dari dinasti Horde keemasan (Golden Horde) yang telah bersekutu dengan Mamluk, penguasa Muslim yang berpusat
di Mesir. Dinasti II Khaniyyah lama kelamaan renggang
hubungannya dengan saudara-saudaranya yang berada di
Timur, terutama setelah meninggalnya Qubulay Khan tahun
1294. bahkan mereka yang menguasai barat sampai Bagdad itu
karena tekanan kultur Persia
yang Islam, berbondong-bondong memeluk agama Islam
seperti Ghazan Khan dan keturunannya. Penguasa II Khaniyah terakhir ialah Abu Sa’id. Ia berdamai dengan Mamluk tahun 1323, yang
mengakhiri permusuhan antara kedua kekuasan itu untuk merebut
Syiria. Perselisihan dalam tubuh II Khaniyyah sendiri
menyebabkan terpecahnya kerajaan menjadi dinasti
kecil-kecil yang bersifat lokal. Mereka hanya dapat dipersatukan
kembali pada masa Timur Lenk yang berbentuk dinasti Timuriyyah yang berpusat di Samarkand.
Sebagian wilayah II Khaniyyah yang
berada di kawasan kebudayaan Arab seperti Iraq,
Kurdistan dan Azebaijan, diwarisi oleh dinasti
Jalayiriyah. Jalayir adalah suku Mongol yang mengikuti Hulako
ketika menaklukkan negeri-negeri Islam. Dinasti ini
didirikan oleh Hasan Buzurg (Agung), yang dibedakan dengan Hasan Kuchuk (kecil) dari dinasti Chupaniya, musuh bubuyutannya yang
memerintah sebagai Gubernur di
Anatolia di bawah sultan Abu Sa’id, penguasa terakhir
dinasti II Khaniyyah. Hasan Buzurg akhirnya menundukkan Chupaniyah, walaupun
ia masih harus mengakui kekuasaan II Khaniyah, dan memusatkan kekuasaanya
di Bagdad. Dimasa Uways, pengganti Hasan
Agung, Jalayiriyyah
baru memiliki kedaulatan secara penuh.
Ia dapat menundukkan Azerbaizan,
namun mendapat perlawan dari dinasti
Muzaffariyah dn Khan-Khan Horde
keemasan. Mereka akhirnya dikalahkan
oleh Qara Qoyunlu.
Dari sini dapat dilihat, bahwa
kultur Islam yang ada dikawasan budaya Arab seperti Iraq dan Syiria serta sebagian Persia sebelah barat,
walaupun secara politis dapat ditaklukkan oleh Mongol,
tetapi akhirnya Mongol sendiri terserap ke dalam budaya
Islam. Dapatlah kiranya disimpulkan bahwa akar budaya Islam dikawasan budaya Arab dipemerintahan bukan hanya dinasti berbangsa
Arab saja tetapi siapa yang kuat akan memerintah wilayah
tersebut. Dinasti-dinasti silih berganti menguasai
wilayah itu dan yang langgeng ialah kekuasaan dari bangsa Arab sendiri, baik pada masa klasik maupun masa modern ini.
D Dampak
Kekuasaan Mongol
Apa dampak positif maupun negatif
kekuasaan Mongol terhadap wilayah-wilayah
Islam yang ditundukkannya ?. Dampak negatif tentu lebih banyak dibandingkan dengan dampak
positifnya. Kehancuran tampak jelas dimana-mana dari
serangan Mongol sejak dari wilayah timur hingga ke barat. Kehancuran kota-kota dengan bangunan yang indah-indah dan
perpustakaan- perpustakaan yang mengoleksi banyak buku
memperburuk situasi ummat Islam. Pembunuhan terhadap umat
Islam terjadi, bukan hanya pada masa Hulako saja yang
membunuh khalifah Abbasiyyah dan keluarganya, tetapi pembunuhan dilakukan juga
terhadap umat Islam yang tidak berdosa. Seperti yang dilakukan oleh Argun Khan ke empat pada dinasti II Khaniyyah terhadap Takudar
sebagai Khan ketiga yang dihukum bunuh karena masuk
Islam, Argun Syamsuddin, seorang administrator dari keluarga
Juwaini yang tersohor dihukum mati tahun 1284,
Syihabuddin penggantinya juga dibunuh tahun 1289, dan Sa’id ad-Daulah yang orang Yahudi itu dihukum mati pula pada tahun 1289.
Bangsa Mongol yang asal mulanya
memeluk agama nenek moyang mereka,
lalu beralih memeluk agama Budha, rupanya bersimpati kepada orang- orang Kristen yang bangkit kembali pada masa itu dan
menghalang-halangi dakwah Islam di kalangan Mongol, yang
lebih fatal lagi ialah hancurnya Baghdad sebagai pusat
dinasti Abbasiyyah yang di dalamnya terdapat berbagai macam tempat belajar dengan fasilits perpustakaan, hilang lenyap dibakar
oleh Hulako. Suatu kerugian besar bagi khazanah ilmu
pengetahuan yang dampaknya masih dirasakan hingga kini.
Ada
pula dampak positif dengan berkuasanya dinasti Mongol ini
setelah para pemimpinnya memeluk agama Islam. Mengapa
mereka dapat menerima dan masuk ke agama Islam? Antara
lain adalah disebabkan karena mereka berasimilasi dan
bergaul dengan masyarakat Muslim dalam jangka panjang, seperti
yang dilakukan oleh Gazan Khan (1295-1304) yang menjadikan Islam sebagai
agama resmi kerajaan, walaupun ia pada mulanya beragama Budha. Rupanya
ia telah mempelajari ajaran agama-agama sebelum menetapkan keislamannya,
dan yang lebih mendorongnya masuk Islam adalah karena pengaruh
seorang menterinya, Rasyiduddin yang terpelajar dan ahli sejarah yang
terkemuka
yang selalu berdialok dengannya, dan Nawruz, seorang Gubernurnya untuk
beberapa propinsi Syiria. Ia menyuruh kaum Kristen dan Yahudi untuk
membayar
Jizyah, dan memerintahkan mencetak uang yang bercirikan Islam, melarang
riba’, dan menyuruh para pemimpinnya menggunakan sorban. Ia gemar
pada
seni dan ilmu pengetahuan, menguasai beberapa bahasa seperti Mongol,
Arab,
Persia, Cina, Tibet
dan Latin. Ia mati muda ketika berumur 32 tahun, karena tekanan batin yang
berat sehingga ia sakit yang menyebabkan kematiannya itu ketika
pasukannya kalah di Syiria dan munculnya sebuah komplotan yang berusaha
untuk menggusurnya dari kekuasaannya. Sepeninggal Gazan digantikanlah
oleh Uljaitu Khuda Banda (1305-1316) yang memberlakukan aliran Syi’ah
sebagai hukum resmi kerajaanya. Ia mendirikan ibu kota baru yang bernama
Sultaniyyah dekat Qazwain yang dibangun dengan arsitektur khas II
Khaniyyah.
Banyak koloni dagang Italia terdapat di Tabriz,
dan II Khaniyyah menjadi pusat
pedagangan yang menghubungkan antara dunia Barat dan India serta
Timur Jauh. Namun perselisihan dalam keluarga dinasti II Khaniyyah
menyebabkan
runtuhnya kekuasaan mereka.
E. Perhatian Para Penguasa Dinasti
Ilkhan Terhadap Pengembangan Peradaban Islam
Menarik untuk
dicermati, sekalipun perkembangan peradaban Islam pada periode pertengahan
seringkali dikatakan berada dalam kondisi kemunduran, namun bukan berarti pada
periode ini di kalangan masyarakat Muslim tidak ada perhatian sama sekali
terhadap upaya-upaya memajukan dan mengembangkan peradaban Islam.
Hal
ini pun tampaknya terjadi pada Dinasti Ilkhan. Walaupun Dinasti Ilkhan pada
awal kehadirannnya kerap dikatakan sebagai sebagai dinasti pembawa bencana,
namun dalam perjalanan sejarahnya dinasti ini memiliki andil juga di dalam
upaya membangun dan mengembangkan peradaban Islam, terutama sekali setelah
dinasti ini diperintah oleh raja-rajanya yang memeluk agama Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar