Selasa, 06 Maret 2012

Kerajaan Mongol Di India


BAB I

PENDAHULUAN
Sesungguhnya invansi pasukan mongol terhadap wilayah-wilayah Islam adalah tragedy besar yang tidak ada tandingannya sebelum ini dan sesudahnya. Kendati sebelumnya didahului dengan perang salib, sesungguhnya perang salib tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan invansi pasukan mongol. Betapapun banyaknya jumlah korban perang dari kaum muslimin pada keseluaruhan perang salib, sesungguhnya itu masih relative kecil jika dibandingkan dengan jumlah korban perang dari kalangan kaum muslimin pada satu perang diantara sekian banyaknya perang yang dilancarkan pasukan Mongol secara brutal dan sadis tersebut. Kaum muslimin mengalami kerugian yang tidak terhitung akibat kolonialisme modern, namun penghancuran oleh para penjajah di seluruh negeri tidak sebanding dengan penghancuran oleh pasukan Mongol terhadap satu kota saja Bagdad misalnya.
Barangkali manusia tidak pernah melihat pembantaian, pembunuhan dan penghancuran yang sadis dan kejam dalam sejarahnya, kecuali pembantaian di akhir perjalanan dunia nanti oleh Ya’juj dan Ma’juj. Dajjal saja tidak membunuh pengikutnya dan hanya, membunuh para penentangnya. Sedangkan mereka bangsa Mongol tersebut tidak menyisahkan seorang pun, semuanya dibabat habis. Tidak ada pengecualian antara laki-laki, wanita dan anak-anak. Mereka belah perut wanita- wanita hamil kemudian membunuh bayi-bayinya.
Invasi pasukan mongol berimbas pada perubahan social, moralitas dan politik terhadap negeri-negeri Islam. Sebagaimana invansi pasukan Mongol mengakibatkan dampak negative dalam masyarakat Islam, disamping itu juga mengakibatkan dampak positif bagi ummat Islam, yaitu membangun perasaan kaum muslimin terhadap pentingnya persatuan dan membuang jauh-jauh perpecahan.
Jikalau ditelusuri historisnya, umat Islam pada waktu itu tersebar dimana- mana dari jazirah Arab sampai Eropa dibawah naungan Negara-negara Islamiyah, yang sudah barang tentu system pemerintahannya sudah mulai mendekati ideal, disamping itu pula, peradapan dan ilmu pengetahuan mulai berkembang pesat, ini semunya menandakan bahwa pada waktu itu ilmuwan dan cendekiawan muslim mulai banyak seperti Ibnu Taimiyah. Akan tetapi ironis sekali bilamana Negara Islam tatkala itu dikikis habis oleh Negara Mongol, bagaikan debu yang ada di atas batu licin yang diterpa angin yang kencang. Atas dasar pertimbangan itulah, penulis akan mencoba menguak dan menelusuri sebab-musabab keberhasilan Mongol menguasai Negara Islam dan termasuk menghancurkan Bagdad. Sebagai sentral umat Islam pada waktu itu, disamping itu pula, penulis akan menggali sejarah sebab hancurnya Negara-negara Islam.
Pokok bahasan dalam makalah yang berjudul Serangan-Serangan Mongol
Jengis Khan dan Hulako Khan adalah sebagai berikut :

  • Latar Belakang Bangsa Mongol

  • Agamanya

  • Sejarah Perkembangannya

  • Serangan-serangan Jengis Khan dan Hulaho Khan

  • Dampak Positif dan Negatif atas Invasi Mongo





BAB II

PEMBAHASAN
PERADABAN ISLAM PADA KERAJAAN MONGOL DI INDIA
( Periode Pertengahan 1250-1800 )
  1. Latar Belakang Bangsa Mongol
Asal mula bangsa Mongol adalah dari masyarakat hutan yang mendiami Siberia dan Mongol Luar di sekitar danau Baikal dan pegunungan Altani tepatnya di bagian barat laut Cina. Sebenarnya mereka itu bukanlah suku nomad yang berpindah-pindah dari satu stepa ke stepa yang lain, walapun mereka menaklukkan banyak stepa dengan ketangkasannya menunggang kuda.
Pemimpin atau Khan bangsa Mongol yang pertama diketahui dalam sejarah adalah Yesugei (1175). Ia adalah ayah Chinggis (Chingis atau Jengis). Chinggis aslinya bernama Temijin, seorang pandai besi yang mencuat namanya karena perselisihan yang dimenangkannya melawan Ong Khan atau Togril, seorang kepala suku Kereyt. Chinggis sebenarnya adalah gelar bagi Temujin yang diberikan kepadanya oleh sidang kepala-kepala suku Mongol yang mengangkatnya sebagai pemimpin tertinggi bangsa itu pada tahun 1206, atau juga disebut Chingis Khan/Raya yang Agung, ketika ia berumur 44 tahun. Perlu diketahui juga, bahwasannya bangsa Mongol adalah bangsa yang pemberani dan tegar dalam berperang.
B. Agama Bangsa Mongol
Bangsa Mongol tidak memeluk salah satu agama samawi dari ketiga agama samawi. Padahal mereka hidup dan berinteraksi dengan pengikut agama Yahudi, Kristen dan Islam. Jengis Khan juga menyempurnakan moral masyarakatnya dengan undang-undang yang dibuatnya, yaitu Ilyasa atau Yasaq. Disamping itu juga, Jengis Khan juga mengatur kehidupan beragama dengan Shamanism, yaitu menyembah matahari dan bersujud kepadanya ketika terbit, dan diantara syariatnya adalah tidak mengharamkan apapun kepada pengikutnya untuk makan hewan apa saja yang mereka temui meskipun sudah menjadi bangkai. Adapun agama-agama samawi yang sampai di tengah-tengah mereka karena faktor invansi bangsa Mongol itu sendiri, Misalnya agama Islam pengaruh dari Persia dan daeah-daerah Golden Holde, agama Budha pengaruh dari Tibet dan Persia dan agama Kristen datang dari Eropa.
Sebelum ditinjau lebih jauh, bisa kita lihat mengapa dan apa yang menjadi tujuan dalam ajaran agama bangsa Mongol tersebut. Di dalam pembahasan dituliskan bahwa para pengikut atau pemeluk ajaran agamanya tidak begitu mendominasi ajaran yang terkandung didalamnya, akan tetapi mereka juga berusaha atau lebih menutamakan masalah moral. Dalam hal ini, mereka juga menyempurnakan moral masyarakatnya melalui undang-undang yang telah dibuatnya, seperti dibawah ini :
Ada 5 Diantara ajaran yang terdapat dalam kitab Ilyasa adalah :
1.    Barangsiapa yang melakukan hubungan diluar nikah, maka harus dibunuh, baik yang sudah pernah nikah atau belum.
2.    Barangsiapa yang melakukan hubungan seksual akan dibunuh.
3.    Barangsiapa yang berdusta dengan sengaja, maka dibunuh.
4.    Barangsiapa yang menyihir, maka akan dibunuh.
5.    Barangsiapa yang buang air kecil di air yang tidak bergerak, maka akan dibunuh.

Dan yang menjadi pertanyaan dalam hal ini adalah, mengapa ajaran-ajaran tersebut memilki sangsi yang kejam, seperti harus dibunuh bagi orang yang melanggarnya ? Dari setiap ajaran, tentunya memiliki sangsi-sangsi tersendiri. Dalam hal ini bisa kita lihat, mengapa begitu keras sangsi yang diberikan. Tentunya bisa kita tinjau dari segi apa tujuan yang terkandung didalamnya. Tujuannya tidak lain adalah untuk menciptakan keamanan dan kenyamanan yang kondusif bagi masyarakatnya.
Selanjutnya, Abbasiyah di Bagdad menghindarkan diri dari serbuan Mongol, ia diburu oleh lawannya hingga ke India 1221, yang akhirnya ia lari ke Barat. Toluy, salah seorang anak Chinggis, diutus ke Khurrasan sementara anaknya yang lain, yakni Jochi dan Chaghatay bergerak untuk merebut wilayah sungai Sir Darya Bawah dan Khawarazm.
Wilayah kekuasaan Jengis Khan yang luas dibagi untuk empat orang putranya sebelum ia meninggal dunia tahun 624/1227. Pertama ialah Jochi, anaknya yang sulung mendapat wilayah Siberia bagaian Barat dan Stepa Qipchaq yang membentang hingga Rusia selatan, di dalamnya terdapat Khawarazm. Namun ia meninggal dunia sebelum wafat ayahnya Jengis, dan wilayah warisannya itu diberikan kepada anaknya Jochi yang bernama Batu atau Orda. Batu mendirikan Horde (kelompok) Biru di Rusia Selatan sebagai pilar dasar berkembangnya Horde putih di Siberia Barat. Kedua kelompok itu bergabung dalam abad ke 14 yang kemudian muncul sebagai ke khanan yang bermacam ragamnya di Rusia, Siberia dan Turkistan, termasuk di Crimea, Astrakhan, Qazan, Qasimov, Tiumen, Bukhara, dan Khiva. Syaibaniyah atau Ozbeg, salah satu cabang keturunan Jochi berkuasa di Khawarazm dan Transoxania dalam abad ke 15 dan 16.
Kedua adalah Chaghatay, mendapat wilayah berbentang ke Timur, sejak dari Transocania hingga Turkistan Timur atau Turkistan Cina. Cabang barat dari keturunan Chaghatai yang bermukim di Tranxosania segera masuk ke dalam lingkungan pengaruh Islam. Namun akhirnya dikalahkan oleh kekuasaan Timur Lenk. Sedangkan cabang timur dari keturunan Chaghatay berkembang di Semirechye, Ili, T’ien Syan di Tamrin. Mereka lebih tahan terhadap pengaruh Islam, tetapi akhirnya mereka ikut membantu menyebarkan Islam di wilayah Turkistan Cina dan bertahan disana hingga abad ke XVII.

Ketiga bernama Ogedey, adalah putra Jengis Khan yang terpilih oleh dewan Pimpinan Mongol untuk menggantikan ayahnya sebagai Khan Agung yang mempunyai wilayah di Pamirs dan Tien Syan. Tetapi dua generasi Khan tertinggi jatuh ke tangan keturunan Toluy. Walaupun demikian, cucu Ogedey yang bernama Qaydu dapat mempertahankan wilayahnya di Pamirs dan Tien Syan, mereka berperang melawan anak turun Chaghatay dan Qubulay Khan, hingga ia meninggal dunia tahun 1301.

Keempat adalah Tuli, si bungsu mendapat bagian wilayah Mongolia sendiri. Anak-anaknya, yakni Mongke dan Qubulay menggantikan Ogedey sebagai Khan Agung. Mongke bertahan di Mongolia yang ber ibu kota di Qaraqarum. Sedangkan Qubulay Khan menaklukan Cina dan berkuasa disana yang dikenal sebagai dinasti Yuan yang memerintah hingga abad ke-XIV, yang kemudian digantikan dinasti Ming. Mereka memeluk agama Budha yang berpusat di Beijing, dan mereka akhirnya bertikai melawan saudara-saudaranya dari Khan. Khan Mongol yang beragama Islam di Asia Barat dan Rusia. Adalah Hulako Khan, saudara Mongke Khan dan Qubulay Khan, yang menyerang wilayah-wilayah Islam sampai ke Bagdad.

C     Serangan-serangan Mongol

Wilayah kultur Arab menjadi jajahan Mongol setelah Bagdad ditaklukkan oleh Hulako Khan, 1258. Ia membentuk kerajaan II Khaniyah yang berpusat di Tabris dan Maragha. Ia dipercaya oleh saudaranya, Mongke Khan untuk mengembalikan wilayah-wilayah Mongol di Asia Barat yang telah lepas dari kekuasan Mongol setelah kematian Chinggis. Ia berangkat dengan disertai pasukan yang besar untuk menunaikan tugas itu tahun 1253 dari Mongolia. Atas kepercayaan saudaranya tersebut, Hulako Khan dapat menguasai wilayah yang luas seperti Persia, Irak, Caucasus dan Asia Kecil sebelum menundukkan Bagdad, ia telah menguasai pusat gerakan Syi’ah Isma’iliyah di Persia Utara, tahun 1256.
Jatuhnya ibu kota Abbasiyah yang didirikan oleh Khalifah kedua, al- Mansur itu, berkaitan erat sekali dengan seseorang yang bernama Ibnu al-Qami’ ia berhasil merayu pasukan Mongol untuk menyerang Bagdad. Pada awal tahun 656 H / 1258 M, Hulako Khan mengirimkan pasukan ke Bagdad di bawah pimpinan dua amirnya sebagai pasukan awal sebelum kedatangannya, kemudian pada tanggal 12 Muharram pada tahun yang sama, pasukan yang berkekuatan 200 ribu personel dan dipimpin langsung oleh Hulako Khan tiba di Baghdad. Mereka mengepung Baghdad dari dua arah, barat dan timur, pada akhirnya diadakan perjanjian antara Hulako dan Mu’tashim. Mu’tashim dikawal tujuh ratus dari kalangan hakim, fuqoha’, orang-orang sufi dan pejabat Negara. Pada akhirnya mereka semua dibunuh oleh Hulako Khan tidak tersisa sama sekali, hal ini atas permintaan Ibnu al-Qami’ dan Nashiruddin at-Thutsi. Demikian juga membunuh sebagian besar keluarga khalifah dan penduduk yang tak berdosa. Akibat pembunuhan dan kerusakan kota itu timbullah wabah penyakit, lantaran mayat-mayat yang bergelimpangan belum sempat dikebumikan. Hulako mengenakan gelar II Khan dan menguasai wilayah yang lebih luas lagi hingga ke Syiria Utara, seperti kota Aleppo, Hama, dan Harim.
Selanjutnya ia ingin merebut Mesir, tetapi malang, pasukan Mamluk rupanya lebih kuat dan lebih cerdik sehingga pasukan Mongol dapat dipukul di ‘Ain Jalut, Palestina, tahun 1260 sehingga mengurungkan niatnya melangkahi Mesir. Ia sangat tertarik pada bangunan dan arsitektur yang indah dan filsafatnya. Atas saran Nasiruddin at-Tusi, seorang Filosof Muslim besar. Ia membangun ovservatorium di Maragha tahun 1259.
Yang menjadi pertanyaan dalam hal ini adalah, mengapa para pengikut dari khlaifah itu sendiri yang memerintahkan  kepada para pasukan bangsa Mongol untuk melakukan pembunuhan secara besar-besaran terhadap golongan khalifah. Bisa dilihat dari motif pembunuhan tersebut apa. Ternyata setelah ditelusuri, diketahui bahwa motif pembunuhan tersebut adalah untuk dalam hal merebut kekuasaan serta menguasai wilayah Mesir pada saat itu.
Hulako yang memerintah hingga tahun 1265 digantikan oleh anaknya, Abaqa, 1265-1282. Ia sangat menaruh perhatian kepada umat Kristen karena pengaruh janda ayahnya yang beragama Kristen Nestorian, yakni Doqus Khatun. Orang-orang Mongol Khaniyah ini bersekutu dengan orang-orang Salib, penguasa Kristen Eropa, Armenia Cilicia untuk melawan Mamluk dan keturunan saudara-saudaranya sendiri dari dinasti Horde keemasan (Golden Horde) yang telah bersekutu dengan Mamluk, penguasa Muslim yang berpusat di Mesir. Dinasti II Khaniyyah lama kelamaan renggang hubungannya dengan saudara-saudaranya yang berada di Timur, terutama setelah meninggalnya Qubulay Khan tahun 1294. bahkan mereka yang menguasai barat sampai Bagdad itu karena tekanan kultur Persia yang Islam, berbondong-bondong memeluk agama Islam seperti Ghazan Khan dan keturunannya. Penguasa II Khaniyah terakhir ialah Abu Sa’id. Ia berdamai dengan Mamluk tahun 1323, yang mengakhiri permusuhan antara kedua kekuasan itu untuk merebut Syiria. Perselisihan dalam tubuh II Khaniyyah sendiri menyebabkan terpecahnya kerajaan menjadi dinasti kecil-kecil yang bersifat lokal. Mereka hanya dapat dipersatukan kembali pada masa Timur Lenk yang berbentuk dinasti Timuriyyah yang berpusat di Samarkand.
Sebagian wilayah II Khaniyyah yang berada di kawasan kebudayaan Arab seperti Iraq, Kurdistan dan Azebaijan, diwarisi oleh dinasti Jalayiriyah. Jalayir adalah suku Mongol yang mengikuti Hulako ketika menaklukkan negeri-negeri Islam. Dinasti ini didirikan oleh Hasan Buzurg (Agung), yang dibedakan dengan Hasan Kuchuk (kecil) dari dinasti Chupaniya, musuh bubuyutannya yang memerintah sebagai Gubernur di Anatolia di bawah sultan Abu Sa’id, penguasa terakhir dinasti II Khaniyyah. Hasan Buzurg akhirnya menundukkan Chupaniyah, walaupun ia masih harus mengakui kekuasaan II Khaniyah, dan memusatkan kekuasaanya di Bagdad. Dimasa Uways, pengganti Hasan Agung, Jalayiriyyah baru memiliki kedaulatan secara penuh. Ia dapat menundukkan Azerbaizan, namun mendapat perlawan dari dinasti Muzaffariyah dn Khan-Khan Horde keemasan. Mereka akhirnya dikalahkan oleh Qara Qoyunlu.
Dari sini dapat dilihat, bahwa kultur Islam yang ada dikawasan budaya Arab seperti Iraq dan Syiria serta sebagian Persia sebelah barat, walaupun secara politis dapat ditaklukkan oleh Mongol, tetapi akhirnya Mongol sendiri terserap ke dalam budaya Islam. Dapatlah kiranya disimpulkan bahwa akar budaya Islam dikawasan budaya Arab dipemerintahan bukan hanya dinasti berbangsa Arab saja tetapi siapa yang kuat akan memerintah wilayah tersebut. Dinasti-dinasti silih berganti menguasai wilayah itu dan yang langgeng ialah kekuasaan dari bangsa Arab sendiri, baik pada masa klasik maupun masa modern ini.
D    Dampak Kekuasaan Mongol
Apa dampak positif maupun negatif kekuasaan Mongol terhadap wilayah-wilayah Islam yang ditundukkannya ?. Dampak negatif tentu lebih banyak dibandingkan dengan dampak positifnya. Kehancuran tampak jelas dimana-mana dari serangan Mongol sejak dari wilayah timur hingga ke barat. Kehancuran kota-kota dengan bangunan yang indah-indah dan perpustakaan- perpustakaan yang mengoleksi banyak buku memperburuk situasi ummat Islam. Pembunuhan terhadap umat Islam terjadi, bukan hanya pada masa Hulako saja yang membunuh khalifah Abbasiyyah dan keluarganya, tetapi pembunuhan dilakukan juga terhadap umat Islam yang tidak berdosa. Seperti yang dilakukan oleh Argun Khan ke empat pada dinasti II Khaniyyah terhadap Takudar sebagai Khan ketiga yang dihukum bunuh karena masuk Islam, Argun Syamsuddin, seorang administrator dari keluarga Juwaini yang tersohor dihukum mati tahun 1284, Syihabuddin penggantinya juga dibunuh tahun 1289, dan Sa’id ad-Daulah yang orang Yahudi itu dihukum mati pula pada tahun 1289.
Bangsa Mongol yang asal mulanya memeluk agama nenek moyang mereka, lalu beralih memeluk agama Budha, rupanya bersimpati kepada orang- orang Kristen yang bangkit kembali pada masa itu dan menghalang-halangi dakwah Islam di kalangan Mongol, yang lebih fatal lagi ialah hancurnya Baghdad sebagai pusat dinasti Abbasiyyah yang di dalamnya terdapat berbagai macam tempat belajar dengan fasilits perpustakaan, hilang lenyap dibakar oleh Hulako. Suatu kerugian besar bagi khazanah ilmu pengetahuan yang dampaknya masih dirasakan hingga kini.
Ada pula dampak positif dengan berkuasanya dinasti Mongol ini setelah para pemimpinnya memeluk agama Islam. Mengapa mereka dapat menerima dan masuk ke agama Islam? Antara lain adalah disebabkan karena mereka berasimilasi dan bergaul dengan masyarakat Muslim dalam jangka panjang, seperti yang dilakukan oleh Gazan Khan (1295-1304) yang menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan, walaupun ia pada mulanya beragama Budha. Rupanya ia telah mempelajari ajaran agama-agama sebelum menetapkan keislamannya, dan yang lebih mendorongnya masuk Islam adalah karena pengaruh seorang menterinya, Rasyiduddin yang terpelajar dan ahli sejarah yang terkemuka yang selalu berdialok dengannya, dan Nawruz, seorang Gubernurnya untuk beberapa propinsi Syiria. Ia menyuruh kaum Kristen dan Yahudi untuk membayar Jizyah, dan memerintahkan mencetak uang yang bercirikan Islam, melarang riba’, dan menyuruh para pemimpinnya menggunakan sorban. Ia gemar pada seni dan ilmu pengetahuan, menguasai beberapa bahasa seperti Mongol, Arab, Persia, Cina, Tibet dan Latin. Ia mati muda ketika berumur 32 tahun, karena tekanan batin yang berat sehingga ia sakit yang menyebabkan kematiannya itu ketika pasukannya kalah di Syiria dan munculnya sebuah komplotan yang berusaha untuk menggusurnya dari kekuasaannya. Sepeninggal Gazan digantikanlah oleh Uljaitu Khuda Banda (1305-1316) yang memberlakukan aliran Syi’ah sebagai hukum resmi kerajaanya. Ia mendirikan ibu kota baru yang bernama Sultaniyyah dekat Qazwain yang dibangun dengan arsitektur khas II Khaniyyah. Banyak koloni dagang Italia terdapat di Tabriz, dan II Khaniyyah menjadi pusat pedagangan yang menghubungkan antara dunia Barat dan India serta Timur Jauh. Namun perselisihan dalam keluarga dinasti II Khaniyyah menyebabkan runtuhnya kekuasaan mereka.
E. Perhatian Para Penguasa Dinasti Ilkhan Terhadap Pengembangan Peradaban Islam

Menarik untuk dicermati, sekalipun perkembangan peradaban Islam pada periode pertengahan seringkali dikatakan berada dalam kondisi kemunduran, namun bukan berarti pada periode ini di kalangan masyarakat Muslim tidak ada perhatian sama sekali terhadap upaya-upaya memajukan dan mengembangkan peradaban Islam.
Hal ini pun tampaknya terjadi pada Dinasti Ilkhan. Walaupun Dinasti Ilkhan pada awal kehadirannnya kerap dikatakan sebagai sebagai dinasti pembawa bencana, namun dalam perjalanan sejarahnya dinasti ini memiliki andil juga di dalam upaya membangun dan mengembangkan peradaban Islam, terutama sekali setelah dinasti ini diperintah oleh raja-rajanya yang memeluk agama Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar