BAB II
QAUL SHAHABI
A. Pengertian
Qaul Shahabi
Kata “Qaul”
adalah mashdar dari qaala-yaquulu qaulan
yang arti mashdar tersebut adalah “perkataan”. Sedangkan kata “sahahabi”
artinya adalah shahabat atau teman. Jadi yang di maksud dengan “Qaulush
shahabi” disini adalah pendapat, atau fatwa para shahabat nabi SAW, tentang
suatu kasus yang belum dijelaskan hukumnya secara tegas didalam al-quran dan
sunnah. Qaul shahabi juga Termasuk salah satu sumber pengambilan hukum islam setelah
urutan sumber-sumber utama yang disepakati, yaitu Al-Quran, As-Sunnah, Ijma’
dan Qiyas.
Qaulus shahabi termasuk sumber-sumber hukum
Islam, tetapi derajatnya
tidak mencapai derajat ittifaq menurut sebahagian ulama. Maksudnya,
tidak semua ulama sepakat menggunakannya dalam mengistimbathkan hukum. Selanjutnya qaul shahabi secara logika nalar, seharusnya apa yang mereka katakan itu bersumber dari Rasulullah SAW juga. Namun pendapat para shahabat itu terutama muncul manakala tidak ada nash yang sharih dari Rasulullah SAW
tentang suatu masalah. Di situlah kemudian para shahabat mengeluarkan
pendapatnya. Selain itu, qaulush shahabi biasanya berbentuk kesimpulan hukum
yang lafadznya tidak langsung dari ucapan nabi SAW, melainkan dari mulut para
shahabat. Seperti seorang shahabat berkata, Rasulullah SAW memerintah kita
untuk begini dan begini. Atau perkataan seorang shahabat, Rasulullah SAW
melarang kita untuk begitu dan begitu.
tidak mencapai derajat ittifaq menurut sebahagian ulama. Maksudnya,
tidak semua ulama sepakat menggunakannya dalam mengistimbathkan hukum. Selanjutnya qaul shahabi secara logika nalar, seharusnya apa yang mereka katakan itu bersumber dari Rasulullah SAW juga. Namun pendapat para shahabat itu terutama muncul manakala tidak ada nash yang sharih dari Rasulullah SAW
tentang suatu masalah. Di situlah kemudian para shahabat mengeluarkan
pendapatnya. Selain itu, qaulush shahabi biasanya berbentuk kesimpulan hukum
yang lafadznya tidak langsung dari ucapan nabi SAW, melainkan dari mulut para
shahabat. Seperti seorang shahabat berkata, Rasulullah SAW memerintah kita
untuk begini dan begini. Atau perkataan seorang shahabat, Rasulullah SAW
melarang kita untuk begitu dan begitu.
B. Macam-Macam Qaul Shahabi
Menurut
pandangan abi Zahrah, fatwa shahabat bisa
terdiri dari beberapa macam:
1.
Apa yang disampaikan shahabat itu
berupa berita yang didengarnya dari rasulullah, tetapi ia tidak mengatakan
bahwa berita itu sebagai sunnah nabi SAW.
2.
Apa yang diberitakan para shahabat
itu suatu yang didengarnya dari orang
yang pernah mendengarnya dari nabi SAW, tapi orang tersebut tidak menjelaskan
yang didengarnya itu berasal dari nabi.
3.
Sesuatu yang disampaikan shahabat
itu merupakan hasil pemahamannya terhadap ayat-ayat al-quran sedangkan shahabat
lain tidak memahaminya.
4.
Sesuatu yang disampaikan para
shahabat itu telah disepakati lingkungannya. Namun, menyampaikannya hanya
shahabat sendiri.
5.
Apa yang disampaikan shahabat itu
merupakan hasil pemahamannya atas dalil-dalil karena kamapuannya dalam bahasa
dan dalam penggunaan dalil lafazh.
C. Kedudukan Qaul Shahabi
Mengenai pendapat
shahabat terhadap orang-orang sesudah shahabat dapat diperincikan sebagai
berikut :
1.
Pendapat shahabat dalam hal yang
tidak ditanggapi oleh akal fikiran. Pendapat semacam ini menjadi hujjah
terhadap kaum muslimin, karena yang dikatakannya tidak boleh tidak berasal dari
nabi.
2.
Pendapat shahabat yang tidak
disalahi oleh shahabat lain. Pendapat semacam ini menjadi hujjah bagi kaum
muslimin, karena pendapat tersebut merupakan ijma’ shahabat.
3.
Pendapat shahabat itu hasil
ijtihadnya sendiri, sedangkan diantara shahabat ada yang tidak sepakat dengan
pendapat itu. Pendapat shahabat seperti inilah yang diperselisihkan
kehujjahannya dikalangan ulama.
D. Kehujjahan Qaul Shahabi
1.
Fatwa shahabat yang bukan berasal
dari hasil ijtihadnya, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum
syara’, baik pendapat itu berupa syara’ maupun berupa ketetapan hukum.
2.
Fatwa shahabat yang disepakati
secara tegas dikalangan mereka yang dikenal dengan ijma’ shahabat. Fatwa
seperti ini merupakan hujjah dan mengikuti bagi generasi sesudahnya.
3.
Fatwa shahabat secara individu
tidak mengikat shahabat lain. Oleh sebab itu, tidak jarang para mujtahid
dikalangan shahabat berbeda pendapat dalam suatu mujadalah.
4.
Fatwa shahabat secara individu
yang berasal dari hasil ijtihadnya dan tidak terdapat kesepakatan shahabat
tentangnaya.
Kalangan
hanafiyah, Imam malik, Qaul qadim syafi’I dan pendapat terkuat dari imam ahmad
bin hanbal menyatakan bahwa pendapat yang dilakukan melalui ijtihad dapat
dijadikan hujjah. Dan apbila terjadi perbedaan dengan qiyas, maka pendapat
shahabat yang didahulukan.
Menurut
kalangan mu’tazilah, syi’ah, salah satu pendapat imam ahmad bin hanbal
berpendapat bahwa fatwa shahabat tidak mengikat generasi sesudah mereka. Ada alasan yang
dikemukakan oleh ulama ini diantaranya firman allah SWT, dalam surah Al-hasyar
ayat 592 yang artinya “Maka ambillah
(kejadian itu) untuk menjadi pelajaran hai orang-orang yang mempunyai
pandangan”. Mereka yang berpegang pada pendapat ini beralasan bahwa shahabat
bukanlah termasuk orang yang dijamin ma’sum (terbebas dari dosa dan kesalahan),
sama halnya dengan para mujtahid lainnya.
Imam syafi’i
menyatakan bahwa hukum atau fatwa hanya boleh disandarkan kepada dalil yang
pasti yaitu al-quran dan sunnah.
Beberapa contoh fatwa shahabat
1.
Fatwa aisyah yang menjelaskan
batas maksimal kehamilan seorang wanita adalah 2 (dua) tahun melalui
ungkapannya “Anak tidak berada didalam perut ibinya lebih dari dua tahun.
2.
Fatwa anas bin malik yang
menerangkan tentang minimal haid wanita yaitu 3 (tiga) hari.
3.
Fatwa umar bin khath-thab tentang
laki-laki yang menikahi wanita dalam masa ‘idah harus dipisahkan, dan
diharamkan baginya untuk menikahi wanita tersebut untuk selamanya.
MAKALAH
PRIBADI BAHASA INDONESIA
MATERI
QAUL SHAHABI : PENGERTIAN, MACAM-MACAM DAN
KEDUDUKANNYA
Disusun oleh:
SURYA PUTRA
Dosen Pemmbimbing:
RASIDAH,M.Pd
PROGRAM S 1
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
SYEKH BURHANUDDIN PARIAMAN
(STIT-SB PARIAMAN)
TAHUN AKADEMI 2009/2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................
i
DAFTAR ISI.....................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang....................................................................iii
B.
Tujuan.................................................................................iii
BAB II QAUL
SHAHABI
A.
pengertian Qaul Shahabi.....................................................4
B.
Macam-Macam Qaul Shahabi.............................................4
C.
Kedudukan Qaul Shahabi....................................................5
D.
Kehujjahan Qaul Shahabi...................................................6
Beberapa
Contoh Fatwa Shahabat...........................................7
BAB III PENUTUP
A.
kesimpulan..........................................................................8
B.
Saran...................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji hanya pantas diberikan kepada Allah SWT, atas sumua rahmat dan
nikmat yang diberikannya kepada kita selaku hambanya. Selanjutnya shalawat
beserta salam semoga selalu Allah curahkan kepada nabi besar yakninya nabi
Muhammad SAW, yang telah berhasil memperjuangakan agama Islam di jazirah ‘arab,
sehingga menyebar keseluruh dunia. Semoga dengan shalawat yang kita ucapkan,
beliau berkenan memberikan syafa’atnya di yaumil mahsyar nanti. Amin yaa rabbal
‘alamiin!
Selanjutnya,
makalah yang kami susun ini, berjudul “ Qaul Shahabi : Pengertian, Macam-Macam
dan Kedudukannya” yang didisain dari Mata Perkuliahan yang bertujuan agar
mahasiswa mengerti dengan dasar-dasar pengambilan hukum-hukum islam.
Saya
sebagai pemakalah sangat menyadari bahwa makalah saya ini masih banyak
kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, saya sangat
mengharapkan kritikan dan saran yang membangun demi kesempunaan makalah ini.
Akhir
kata, saya ucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada Dosen
pembimbing yang telah memberikan tugas
serta kepercayaan kepada saya untuk membuat dan menyusun makalah ini, semoga
makalah ini benar-benar bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa terutama
bagi saya yang membuat makalah ini.
Pariaman, 1
Januari 2010
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar
Belakang
Alhamdulillah,
makalah ini selesai saya susun pada tanggal 1 Januari 2010. Makalah ini saya
susun berdasarkan hasil galian saya yang merupakan tugas dari mata kuliah
Bahasa Indonesia. Saya sengaja mengambil meteri ini untuk tugas pribadi dari
mata kuliah Bahasa Indonesia tersebut, karana materi yang saya bahas ini,
ternyata juga merupakan sumber pengambilan hukum islam walaupun bukan urutan
yang pertama dari sumber-sumber hukum islam. Dan walaupun para ulama mujtahid
tidak semuanya sepakat untuk memakai Qaul Shahabi dalam mengistinbatkan hukum.
Dalam makalah ini saya ingin mengungkap lebih jelas tentang Qaul Shahabi yang
berarati pendapat para shahabat sekaligus menerangkan bagaimana kedudukannya
dalam mengistimbatkan hukum. Saya juga menjelaskan beberapa contoh dan
macam-macam Qaul Shahabi serta kehujjahannya.
Bagaimanapun juga,
para shahabat adalah orang-orang yang hidup dimasa Rasulullah SAW. Sudah barang
tentu mereka lebih mengetahui cara
hidup Rasulullah. Mereka selalu berbaur dengan Rasulullah, sering mengiringi
perjalanan beliau, sering menyaksikan dan mendengarkan beliau disaat beliau
menyampaikan pengajian. Mereka jugalah yang menyampaikan hadits-hadits
Rasulullah SAW, kepada generasi sesudah mereka. Terkadang para Shahabat berbeda
persi dalam menyampaikan hadits tersebut. Oleh sebab itu, apabila mereka tidak
menemukan dalil-dalil yang jelas dan tegas didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
tentang suatu kasus hukum, mereka berijtihad untuk menetapkan hukum tersebut. Namun
ijtihad itu tetap berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Adakalanya ijtihad
itu dilakukan secara bersama, dan
adakalanya ijtihad itu dilakukan
secara perorangan. Demikian itu adalah yang disebut dengan fatwa atau qaulus shahabi.
Dalam hal ini para ulama mujtahid berbeda pendapat tentang kedudukan dan
kehujjahan Qaul Shahabi tersebut. Inilah yang menjadi latar belakang dari
penyusunan makalah ini.
B. Tujuan
Melalui
makalah ini saya ingin membuka wawasan para mahasiswa terutama saya sendiri
sebagai pemateri dari makalah ini, tentang fatwa-fatwa para shahabat yaitu
tentang pengertiannya, serta kedudukan dan kehujjahannya terhadap generasi
sesudah mereka.
Selanjutnya melalui
makalah ini, saya mangajak kepada kaum muslimin dan kaum muslimat khususnya
para mahasiswa agar meninjau kembali beberapa fatwa shahabat mengenai
kasus-kasus hukum yang belum terdapat didalam Al-Qur’an dan sunnah rasulullah
SAW. Serta dapat melihat dengan jelas beberapa perbedaan pendapat ulama tentang
kedudukan Qaul Shahabat tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Qaul
Shahabi adalah pendapat para shabat tentang kasus hukum yang belum ditegaskan
dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Macam-Macam Qaul Shahabi
1.
Perkataan Shahabat yang
didengarnya dari Rasulullah SAW.
2.
Perkataan Shahabat yang
didengarnya dari Shahabat lain
3.
Perkataan Shabat dari hasil
ijtihadnya sendiri
4.
Perkataan seorang Shahabat yang
telah disepakati lingkungannya
5.
Perkataan Shahabat dari hasil
pemahamannya akan dalil-dalil lapazd
Kedudukan Qaul Shahabi
1.
Pendapat Shahabat yang berasal
dari nabi, menjadi hujjah
2.
Pendapat Shahabat yang disepakati
oleh lingkungannnaya, menjadi hujjah
3.
Pendapat Shahabat dari hasil
ijtihadnya, masih terdapat perbedaan pendapat tentang kedududkannya
B. Saran
Tidak dapat
dipungkiri lagi bahwa pada zaman moderenisasi ini telah banyak terdapat
problema-problema tentang hukum-hukum agama, terutama kasus-kasus yang belum
pernah terjadi dimasa Rasulullah SAW, dan masa Shahabat. Banyak orang yang
memakai sumber-sumber hukum yang belum jelas kedudukannya terhadap generasi
sekarang ini.
Selanjutnya saya
sebagai pemakalah mengajak kepada kaum muslimin dan muslimat agar memandang
jauh kedepan tentang kedudukan pendapat para shahabat (Qaulus shahabi), serta
kehujjahannya terhadap generasi sesudah mereka.
DAFTAR PUSTAKA
1 .Syamsuddin Muhammad bin Ahmad, Al-Banani
2.Tajuddin ‘Abdil Wahhab, Jam’ul Jawaami’
3.H. Hannafie, Ushul Fiqh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar