Sabtu, 10 Maret 2012

Nilai Nyawa Seorang Muslim

Kehidupan Adalah Karunia Allah.

Allah SWT dalah satu-satunya Dzat yang memiliki hak atas kehidupan dan kematian seseorang. Dialah yang menciptakan kehidupan dan kematian. Dia menghidupkan segala sesuatu dan mematikan sesuai dengan hikmah dan kehendak-Nya. Maka nyawa dan kehidupan manusia ini adalah menjadi hak prerogatif Allah. Tak seorang pun berhak menghilangkan nyawa orang lain (membunuhnya), kecuali berdasarkan hak yang telah Allah tetapkan, bahkan nyawa diri sendiri juga haram untuk dihilangkan.
Namun sayang sekali masih amat banyak manusia, termasuk umat Islam yang tidak faham masalah tersebut. Sehingga begitu mudahnya mereka menghilangkan nyawa orang lain, bahkan terkadang dengan cara yang keji seperti disiksa lebih dahulu, di bakar dan bahkan mutilasi, yaitu dengan memo-tong-motong tubuh korban. Yang lebih ironis lagi adalah ternyata motif dari pembunuhan tersebut kadang-kadang hanya dilatar belakangi oleh masalah yang sepele, karena uang sekian rupiah misalnya, saling ejek, sedikit hak miliknya diambil atau diganggu dan masalah-masalah lain yang sebenarnya dapat diselesaikan dengan kedewasaan dan kejernihan berpikir.
Kita akan lebih sedih lagi manakala mengetahui bahwa sang pembunuh dan terbunuh ternyata adalah sama-sama muslim, terkadang teman kerja, teman waktu sekolah bahkan tetangga. Lalu berapa banyak hak yang telah terlanggar dan ternodai, hak sesama muslim, hak bertetangga, hak berteman, hak bawahan dengan atasan atau sebaliknya dan masih banyak lagi hak yang terinjak.
Maka menumbuhkan kesadaran akan besarnya hak kehidupan orang lain adalah sesuatu yang harus dan tidak boleh dianggap sepele. Sebab jika kesadaran akan hal ini tidak segera ditumbuhkan, maka sudah dapat diperkirakan, bahwa kehidupan di masa mendatang akan semakin kacau dan tidak karuan. Nyawa manusia akan dianggap sebagai lalat atau nyamuk yang bisa dilenyapkan kapan saja, oleh siapa saja jika mau dan mampu. Marak-nya pembunuhan yang merupakan pertanda dekatnya kiamat, akan men-jadi sebuah kenyataan, na'udzubillah min dzalik.
Untuk itu, maka dalam kesempatan ini perlu dijelaskan beberapa persoalan berkaitan dengan masalah haramnya nyawa sesama muslim, keharusan menjaganya, hukuman bagi yang membunuh seorang muslim, kapan seseorang bisa dibunuh dan hal-hal lain yang terkait dengan masalah ini.
Haramnya Darah Seorang Muslim
Tentang haramnya darah seorang muslim, harta dan kehormatannya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah menegaskan di dalam khutbah beliau pada Hari Arafah, beliau bersabda,
"Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian adalah haram atas kalian semua, sebagaimana haramnya hari kalian ini, di negri kalian ini dan pada bulan kalian ini." (Muttafaq ‘alaih).
Karena besarnya penghargaan Islam kepada nyawa seorang muslim, maka Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam memberikan predikat fasik bagi yang mencaci seorang muslim dan kufur bagi orang yang membunuhnya. Beliau menyatakan,
"Mencaci maki seorang muslim adalah kefasikan, sedangkan membunuhnya adalah kekufuran." (Muttafaq ‘alaih)
Di dalam riwayat lain oleh al-Imam al-Bukhari disebutkan, bahwa seorang mukmin ketika telah berani menumpahkan darah haram, maka ia akan terlempar keluar dari garis perlindungan agama (Islam), dalam arti kebebasan hidupnya akan diambil oleh Islam sebagaimana dia telah merenggut kebebasan hidup saudaranya. Rasulullah bersabda,
"Seorang mukmin masih senantiasa dalam keluasan agamanya selagi tidak menumpahkan darah yang haram." (HR al-Bukhari).
Ini merupakan isyarat yang sangat tegas, bahwa sesama muslim dilarang keras saling bunuh, saling serang dan berkelahi satu dengan yang lain. Jika terjadi perseteruan antara dua orang mukmin, maka Allah memerintahkan mukmin yang lain supaya mendamaikan di antara keduanya. Jika dua orang mukmin saling menyerang dan bunuh, lalu ada salah satunya yang meninggal, maka Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam mengatakan, bahwa kedua-duanya masuk neraka. Diriwayatkan dari Abu Bakrah Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,
"Jika dua orang mukmin berkelahi dengan pedangnya, maka yang membu-nuh dan yang terbunuh masuk neraka. Aku (Abu Bakrah) bertanya, "Wahai Rasulullah, kalau orang yang membunuh sudah jelas, maka bagaimana halnya dengan yang terbunuh? Beliau bersabda, "Sesungguhnya dia juga berkeinginan untuk membunuh lawannya itu." (Muttafaq ‘alaih)
Ibnu Umar berkata, "Sesungguhnya merupakan salah satu posisi tersulit yang tidak ada lagi jalan keluar bagi orang yang terjerumus di sana yaitu menumpahkan darah haram bukan dengan cara yang halal." (Al-Bukhari)
Ancaman dan Sanksi Membunuh
Allah Subhannahu wa Ta'ala memberikan ancaman yang sangat keras dalam perkara darah. Allah telah menetapkan kemurkaan dan laknat bagi seorang pembunuh baik di dunia maupun akhirat. Dia berfirman,
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya ialah jahannam, kekalah ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. 4:93)
Adapun sanksi yang dikenakan kepada seorang pembunuh, maka Allah menetapkan qishash, yakni dibunuh juga (hukum mati). Ini merupakan hukuman yang sangat adil bagi pembunuhan yang disengaja atau direncanakan. Qishash juga akan memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban, akan member-sihkan masyarakat dari keburukan dan tindak kriminal pembunuhan.
Dengan ditegakkannya qishahsh, maka orang tidak akan dengan mudah mengayunkan senjata membunuh orang lain, karena nyawanya kelak akan menjadi taruhan juga. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berke-naan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita”. (QS. 2:178)
Dalam kelanjutan ayat di atas Allah menegaskan,
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.” (QS. 2:179)
Namun demikian, pelaksanaan hukumannya pun harus dengan cara yang baik, tidak boleh berlebihan atau melampaui batas, sebagaimana difirmankan Allah, “Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli waris-nya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan". (QS. 17:33)
Kapan Darah Seseorang Dihalalkan
Uraian di atas memberikan gambaran kepada kita betapa hebat dan ketat-nya syariat Islam menjaga darah atau nyawa seseorang. Dengan ditetapkan-nya qishash, maka kelangsungan hidup manusia akan terjamin, sehingga seseorang tidaklah mati, kecuali benar-benar karena kehendak Dzat yang menghi-dupkan dan dengan cara yang Dia ridhai. Bukan lantaran disebabkan oleh tangan orang yang tidak berhak atasnya.
Namun demikian, di dalam Islam ada kondisi-kondisi tertentu yang menyebabkan darah seseorang yang tadinya haram menjadi halal dan boleh untuk ditumpahkan. Itu pun semata-mata karena alasan syar'i yang sangat mulia, di dalamnya ada faidah dan hikmah yang sangat besar. Ada tiga hal yang menjadikan halalnya darah seorang muslim, sebagaimana terang-kum di dalam sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam berikut ini, "Tidaklah halal darah seorang muslim, kecuali dengan salah satu dari tiga perkara; (yaitu) jiwa dengan jiwa, zina muhshan (zinanya orang yang sudah menikah) dan orang yang keluar dari agamanya (Islam) memisahkan diri dari al-jamaah (kaum muslimin)." (Muttafaq ‘alaih).
Tiga hal inilah yang menjadikan halalnya darah seseorang. Maka tidak dibolehkan membunuh atau menghu-kum mati seorang pencuri seperti yang sering terjadi belakangan ini, apalagi jika hanya dilakukan oleh sekelompok orang. Tindakan ini jelas-jelas merupakan perbuatan melanggar hukum dan norma di dalam Islam. Perkara darah adalah perkara yang besar. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah memberitahukan kepada kita, bahwa kasus/urusan yang pertama kali akan diputuskan nanti di Hari Kiamat adalah urusan darah. Beliau bersabda, "Perkara yang pertama kali akan diputuskan di antara manusia pada Hari Kiamat adalah masalah darah." (HR Muslim)
Penjagaan Islam Terhadap Jiwa Manusia
Demi menjaga darah dan jiwa manusia, Islam telah menetapkan aturan-aturan yang begitu indah dan luhur. Menerapkannya merupakan tindakan preventif dan antisipasif atas terjadinya hal-hal yang tak diinginkan yang berkaitan dengan jiwa atau darah sesama muslim. Di antaranya adalah Islam melarang seseorang membawa senjata di tempat umum dalam keadaan terbuka/terhunus. Sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam , "Barang siapa yang melewati suatu tempat di masjid kita atau pasar kita, sedangkan ia membawa panah, maka hendaklah ia menyimpannya atau memegang bagian, mata panahnya dengan telapak tangan, agar jangan sampai sedikit pun mengenai salah seorang dari kaum muslimin." (Muttafaq ‘alaih)
Selain itu, Islam melarang seseorang untuk berisyarat atau mengacungkan senjata dan yang sejenisnya kepada sesama muslim, bahkan pelakunya akan mendapatkan laknat dari malaikat. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, "Barang siapa berisyarat kepada saudaranya dengan (mengacungkan) besi, maka malaikat melaknatnya, meskipun dia adalah sudaranya seayah atau seibu." (HR Muslim).
Islam juga melarang saling ejek, mencela, memberikan julukan yang jelek, su'udzan, tajassus (memata-matai) dan ghibah. Karena itu semua terkadang menjadi pemicu terjadinya permusuhan dan yang tak jarang berakhir dengan pertumpahan darah.
Kami memohon kepada Allah agar menjaga kita dan seluruh kaum muslimin dari segala fitnah, permusuhan dan pertengkaran. (Ibnu Djawari)
Disadur dengan bebas dari buku “Maa Laa Yasaa’u al-Muslima Jahluhu” bittasharruf wa ziyadah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar