Selasa, 06 Maret 2012

Inkarussunnah

MAKALAH INKARUSSUNNAH
A. Latar Belakang
Hadis Nabi saw telah disepakati oleh mayoritas ulama dan umat Islam sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah kitab suci al-Qur’an. Berbeda dengan al-Qur’an yang semua ayat-ayatnya disampaikan oleh Nabi saw secara mutawatir dan telah ditulis serta dikumpulkan sejak zaman Nabi saw masih hidup, serta dibukukan secara resmi sejak zaman khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, sebagian besar hadis Nabi saw tidaklah diriwayatkan secara mutawatir dan pengkodifikasiannya pun baru dilakukan pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis, salah seorang khalifah Bani Umayyah. Hal yang disebutkan terakhir, didukung oleh beberapa faktor lainnya, oleh sekelompok kecil (minoritas) umat Islam dijadikan sebagai alasan untuk menolak otoritas hadis-hadis Nabi saw sebagai hujjah atau sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan. Dalam wacana ilmu hadis, dikenal dangan kelompok inkar al-sunnah.
Secara paradigma pemikiran dan pemahaman, sejarah inkar Sunnah memang sangat erat dengan golongan Khawarij, Muktazilah, dan Syiah . Dan dari segi benih kemunculan, mereka sudah tampak sejak masa sahabat. Bahkan, kabar tentang akan adanya orang yang mengingkari Sunnah sudah pernah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
B. Rumusan Masalah
  1. Apakah yang dimaksud dengan Inkarussunnah?
  2. Bagaimana sejarah Inkarussunnah?
  3. Apa argumentasi dan bantahan para ulama mengenai Inkarussunnah?
  4. Bagaimana Inkarussunnah di Indonesia?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah semata untuk menambah khazanah keilmuan kita sebagai umat manusia yang beragama untuk mengetahui tentang apa yang dulu pernah dilakukan tentang perkataan, perbuatan dan persetujuan Nabi yang bisa disebut dengan hadis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Inkarussunnah
Kata “Inkar Sunnah” terdiri dari dua kata yaitu “Ingkar” dan “Sunnah”. Kata “Ingkar” mempunyai beberapa arti di antaranya: “Tidak mengakui dan tidak meneri,a baik di lisan dan di hati, bodoh atau tidak mengetahui sesuatu (antonim kata al-irfan, dan menolak apa yang tidak tergambarkan dalam hati).[1]
Menurut istilah ada beberapa definisi Ingkar Sunnah yang sifatnya masih sangat sederhana pembatasannya di antaranya sebagai berikut:
  1. Paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadis atau sunnah sebagai sumber ajaran agama Islam kedua setelah Alqura.
  2. Suatau paham yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum Islam dari sunnah shahih baik sunnah praktis atau secara formal d kodifikasikan para ulama, baik secara totalitas muttawatir maupun ahad atau sebagian saja, tanpa ada alasaan yang dapat diterima.[2]
Paham Ingkar Sunnah bisa jadi menolak keseluruhan sunnah baik sunnah muttawatir dan ahad atau menolak yang ahad saja dan atau sebagian saja. Demikian juga penolakan sunnah tidak ddasari alasan yang kuat, jika dengan alasan yang dapat diterima oleh akal yang sehat, seperti seorang muktahid yang menemukan dalil yang lebih kuat dar pada hadis yang ia dapatkan, atau hadis itu tidak sampaikepadanya, atau karena kedhaifannya, atau karena ada tujuan syar’i yang lain, maka tidak digolongkan Ingkar Sunnah.
Ingkar as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun keseluruhannya.
Penyebutan Ingkar as-sunnah tidak semata-mata berarti penolakan total terhadap sunnah. Penolakan terhadap sebagian sunnah pun termasuk dalam kategori ingkar as-sunnah, termasuk di dalamnya penolakan yang berawal dari sebuah konsep berpikir yang janggal atau metodologi khusus yang diciptakan sendiri oleh segolongan orang baik masa lalu maupun sekarang sedangkan konsep tersebut tidak dikenal dan diakui oleh ulama hadis dan fiqh.[3]
B. Sejarah Ingkar Sunnah
Sejarah perkembangan Ingkar Sunnah hanya terjadi dua masa, yaitu masa klasik dan masa modern, diantaranya sebagai berikut:
  1. Ingkar Sunnah Klasik
Ingkar Sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy-Syafi’i (wafat 204 H) yang menolak kehujjahan sunnah dan menolak sunnah sebagai sumber hukkum Islam baik muttawatir atau ahad. Imam Asy-Syafi’i yang dikenal sebagai Nashir As-Sunnah (pembela Sunah) pernah didatangi oleh seseorang yang disebut sebagai ahli tentang mazhab teman-temannya yang menolak seluruh sunnah, baik muttawatir maupun ahad. Ia datang untuk berdiskusi dan berdebat dengan Asy-Syafi’i secara panjang lebar dengan berbagai argumentasi yang ia ajukan. Namun, semua argumentasi yang dikemukakan orang tersebut dapat ditangkis oleh Asy-Syafi’i dengan jawaban yang argumentatif, ilmiah, dan rasional sehingga akhirnya ia mengakui dan menerima sunnah Nabi.[4]
Secara garis besar, Muhammad Abu Zahrah berkesimpulan bahwa ada tiga kelompok pengingkar sunah yang berhadapan denga Asy-Syafi’i, yaitu sebagai berikut:
  1. Menolak sunnah secara keseluruhan, golongan ini hanya mengakui Alquran saja yang dapat dijadikan hujjah.
  2. Tidak menerima sunnah kecuali yang semakna dengan Alquran.
  3. Hanya menerima sunnah muttawatir seja dan menolak selain muttawatir yakni sunnah ahad.[5]
Kesimpulannya, ingkar sunnah klasik diawali akibat konflik internal umat Islam yang dikobarkan oleh sebagian kaum Zindik yang berkedok pada sekte-sekte dalam Islam, kemudian diikuti oleh para pendukungnya, dengan cara saling mencari para sahabat dan melemparkan hadis palsu. Penolakan sunnah secara keseluruhan bukan karakteristik umat Islam. Semua umat Islam menerima kehujjahan sunnah. Namun, mereka berbeda dalam memberikan kriteria peresyaratan kualitas sunnah. Ingkar sunnah klasik hanya terdapat di Bahrah Irak karena ketidaktahuannya tentang kedudukan sunnah dalam syari’ah Islam, tetapi setelah diberikan penjelasan akhirnya menerima kehujahannya.[6]
  1. Ingkar Sunnah Modern
Sebagaimana pembahasan di atas, bahwa Ingkar Sunnah Klasik lahir di Irak (kurang lebih abad 2 H/7 M), kemudian menetas kembali pada abad modern di India (kurang lebih abad 19 M/ 13 H), setelah hilang dari peredarannya kurang lebih 11 abad. Baru muncul ingkar sunnah di Mesir (pada abad 20 M).
Sebab utama pada awal timbulnya Ingkar Sunnah modern ini ialah akibat pengaruh kolonialisme yang semakin dahsyat sejak awal abad 19 M di dunia Islam, terutama di India setelah terjadinya pemberontakan melawan kolonial Inggris 1857 M. Berbagai usaha-usaha yang dilakukan kolonial untuk perdangkalan ilmu agama dan umum, penyimpangan aqidah melalui pimpinan-pimpinan umat Islam dan tergiurnya mereka terhadap teori-teori Barat untuk memberikan interpretasi hakekat Islam. Seperti yang dilakukan oleh Ciragih Ali, Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadliyani dan tokoh-tokoh lain yang menghindari hadis-hadis jihad dengan pedang, dengan cara mencela-cela hadis tersebut. Di samping ada usaha dari pihak umat Islam menyatukan berbagai Mazhab hukum Islam, Syafi’i, Hanbali, Hanafi, dan Maliki ke dalam satu bendera yaitu Islam, akan tetapi pengetahuan keislaman mereka kurang mendalam.
  1. Pokok-Pokok Ajaran Ingkar Sunnah
Di antara ajaran-ajaran pokoknya adalah sebagai berikut:
  • Tidak percaya kepada semua hadis Rasulullah. Menurut mereka hadis itu karangan Yahudi untuk menghancurkan Islam dari dalam.
  • Dasar hukum Islam hanya Alquran saja.
  • Syahadat mereka; Isyhadu bi anna muslimin.
  • Shalat mereka bermacam-macam, ada yang shalatnya dua rakaat – dua rakaat dan ada hanya elling saja (ingat).
  • Puasa wajib hanya bagi orang yang melihat bulan saja, kalu seorang saja yang melihat bulan, maka dialah yang wajib berpuasa.
  • Haji boleh dilakukan selama 4 bulan haram yaitu Muharram Rajab, Zulqai’dah, dan Zulhijjah.
  • Pakaian ihram adalah pakaian Arab dan membuat repot. Oleh karena itu, waktu mengerjakan haji boleh memakai celana panjang dan baju biasa serta memakai jas/dasi.
  • Rasul tetap diutus sampai hari kiamat.
  • Nabi Muhammad tidal berhak menjelaskan tentang ajaran Alquran (kandungan isi Alquran).
  • Orang yang meninggal dunia tidak dishalati karena tidak ada perintah Alquran.
Demikian di antara ajaran pokok ingkar sunnah yang intinya menolak ajaran sunnah yang dibawa Rasulullah dan hanya menerima Alquran saja secara terpotong-potong.[7]
C. Argumentasi dan Bantahan Para Ulama Terhadap Ingkarussunnah
  1. 1. Argumentasi Ingkarussunnah
a)      Agama Bersifat Konkret dan Pasti
Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada suatu hal yang pasti. Apabila kita mengambil dan memakai Sunnah, berarti landasan agama itu tidak pasti. Sementara apabila agama Islam itu bersumber dari hadis –khususnya hadis Ahad- bersifat dhanni (dugaan yang kuat), dan tidak sampai pada peringkat pasti. Karena itu, apabila agama Islam berlandaskan hadis di samping Al-Quran Islam akan bersifat ketidakpastian.[8]
b)      Al-Quran Sudah Lengkap
Dalam syari’at Islam, tidak ada dallil lain, kecuali Al-Quran. Jika kita berpendapat Al-Quran masih memerlukan penjelasan berarti kita secara tegas mendustakan Al-Quran dan kedudukan Al-Quran yang membahas segala hal secara tuntas. Oleh karena itu, dalam syari’at Allah tidak mungkin diambil pegangan lain, kecuali Al-Quran. Argumen ini dipakai oleh Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.[9]
c)      Al-Quran  Tidak Memerlukan Penjelas
Al-Quran tidak memerlukan penjelasan, justru sebaliknya Al-Quran merupakan penjelasan terhadap segala hal. Allah berfirman:
Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (Q.S. An-Nahl [16]: 89)
Dan Dialah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepadamu dengan terperinci. (Q.S. Al-An’am [6]: 114)
Ayat-ayat ini dipakai dalil oleh para pengingat Sunnah, baik dulu maupun kini. Mereka menganggap Al-Quran sudah cukup karena memberikan penjelasan terhadap segala masalah. Mereka adalah orang-p\orang yang menolak hadis secara keseluruhan, seperti Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.[10]
2. Bantahan Ulama
Abd Allah bin Mas’ud berpendapat bahwa orang yang menghindari sunnah tidak termasuk orang beriman bahkan dia orang kafir. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW. Yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, sebagai berikut:
“Jika kamu bersembahyang di rumah-rumah kamu dan kamu tinggalkan masjid-masjid kamu, berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu, dan berarti kamu kufur.” (H.R. Abu Dawud :91).
Allah SWT telah menetapkan untuk mentaati Rsul, dan tidak ada alasan dari siapa pun untuk menentang perintah yang diketahui bearsal dari Rasul. Allah telah membuat semua manusia (beriman) merasa butuh kepadanya dalam segala persoalan agama dan memberikan bukti bahwa sunnah menjelaskan setiap makna dari kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah dalam kitabnya. Sunnah Rasul mempunyai tugas yang amat besar, yakni untuk memberikan pemahaman tentang Kitabullah, baik dari segi ayat maupun hukumnya. Orang yang ingin mempedalam pemahaman Al-Quran, ia harus mengetahui hal-hal yang ada dalam sunnah , baik dalam maknanya, penafsiran bentuknya, maupun dalam pelaksanaan hukum-hukumnya. Contoh yang paling baik dalam hal ini adalah masalah ibadah shalat.
Tegasnya setiap agian Sunnah Rasul SAW. Berfungsi menerangkan semua petunjuk maupun perintah yang difirmankan Allah di dalam Al-Quran. Siapa saja yang bersedia menerima apa yang ditetapkan Al-Quran dengan sendirinya harus pula menrima petunjuk-petunjuk Rasul dalam Sunnahnya. Allah sendiri telah memerintahkan untuk selalu taat dan setia kepada keputusan Rasul. Barang siapa tunduk kepada Rasul berarti tunduk kepada Allah, karena Allah jugalah yang menyuruh untuk tunduk kepadaNya. Menerima perintah Allah dan Rasul sama nilainya, keduanya berpangkal kepada sumber yang sama (yaitu Allah SWT). Dengan demikian, jelaslah bahwa menolak atau mengingkari sunnah sama saja dengan menolak ketentuan-ketentuan Al-Quran, karena Al-Quran sendiri yang memerintahkan untuk menerima dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.[11]
D. Inkarussunnah di Indonesia
Aliran/faham sesat ini muncul di indonesia sekitar tahun 1980-an yang lalu dengan menamakan pengajian yang mereka adakan tersebut adalah kelompok Qur´ani.
Beberapa masjid di Jakarta dikuasai oleh mereka, seperti mesjid As Syifa RSCM (rumah sakit terbesar dan rumah sakit pusat di indonesia).        Rumah sakit tersebut bersatu dengan Universitas Indonesia. Pengajian tersebut dipimpin oleh Haji Abdurrahman. Pengajian dimulai ba’da maghrib serta pengikutnya banyak. Lama kelamaan pengajian tersebut tidak mau memakai adzan dan qomat karena tidak ada dalam qur’an, serta seluruh sholat menjadi dua raka´at. Diproyek pasar rumput yaitu di Masjid Al-Burhan muncul pula pengajian yang dipimpin oleh ustadz H. Sanwani guru masyarakat disekitarnya.  Ajaran mereka persis dengan apa yang diajarkan oleh Haji Abdur Rahman. Bahkan mereka tidak mau berpuasa pada bulan Ramadhan kecuali mereka yang langsung melihat hilal (terbitnya awal bulan). Hal ini didasarkan pemahan mereka tentang ayat:
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya bershiyam), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah: 185).
Mereka memahami ayat ini, bahwa yang wajib berpuasa hanya orang yang melihat bulan, adapun bagi mereka yang tidak melihatnya maka tidak ada kewajiban puasa atasnya.
Seperti yang dijelaskan diatas, bahwa pengajian tersebut muncul di mana-mana. Mereka juga mencetak buku-buku yang banyak untuk menyebarkan faham mereka di masyarakat. Penulis berinisiatif untuk meneliti serta melacak pengajian tersebut. Ternyata setelah dilacak tokohnya adalah orang Indonesia yang mengeluarkan biaya cukup besar untuk pengajian tersebut, yaitu Lukman Saad. Dia berasal dari pajang Sumatra barat dan lulusan IAIN Yogyakarta sampai sarjana muda/BA serta sebagai direktur sebuah percetakan dan penerbitan. Penelitian terus penulis lakukan dan ternyata Lukman saad ini berhubungan dengan Ir. Irham Sutarto ketua serikat buruh PT Unilever Imdonesia. Ir. Iraham adalah tokoh ingkar sunnah yg juga pertama menulis buku ajaran ingkar sunah dengan tulisan tangan.
Peran Ir. Irham ini sangat besar, sedang pemilik PT. Unilever ini adalah orang belanda dan Lukman saad Direktur PT. Ghalia Indonesia mendapat mesin percetakan modern dari Belanda. Tidakkah dibalik permainan ini ada tangan orang yahudi yang coba menghancurkan islam di Indonesia. Akhirnya penulis menemukan bahwa kegiatan kelompok ingkar sunnah ini adalah MARIMUS TAKA keturunan indo jerman yang tinggal di Depok Jawa Barat. Marimus mengaku dirinya bisa membaca Al qur’an tanpa belajar terlebih dahulu. Dia mengajarkan ajaran sesat ini di mana-mana di jakarta. Akirnya pada hari jum´at tanggal 4 Juni 1983 Marimus taka ditangkap ramai-ramai ketika sedang mengadakan pengajian di jalan Bakti Tanjung Priok
Ketika diperiksa di KODIM Dia menangis-nangis dan terbongkarlah kegitan yang dilakukannya tersebut.[12]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kata Ingkar Sunnah terdiri dari dua kata Ingkar dan Sunnah. Ingkar mempuyai beberapa arti di antaranya : tidak mengakui dan tidak menerima baik di lisan dan di hati, bodoh atau tidak menegetahui sesuatu.
Adapun sejarah perkembangan Ingkar Sunnah terdiri dua macam di antaranya sebagai berikut:
  1. Ingkar Sunnah Klasik
  2. Ingkar Sunnah Modern
Abd. Allah bin Mas’ud berpendapat bahwa orang yang mengingkari sunnah tidak termasuk orang yang beriman bahkan dia termasuk orang yang kafir. Dan Allah SWT menetapkan bahwa barang siapa pun yang menentang perintah Rasul berarti dia juga menetang perintah-Ku karena Rasul merupakan seorang manusia yang di utus oleh Allah untuk membuat manusia beriman kepada-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid Khon. 2010. Ulumul Hadis. Jakarta: Bumi Aksara.
Agus Solahudin. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pusataka Setia.
http://peperonity.com/go/sites/mview/ingkarsunnah.
M. Noor. Sulaiman.2008. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta: Gaung Persada Press.


[1] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm 27
[2] Ibid, hal 28-29
[3] Agus Solahudin, Ulumul Hadis, Pustaka Setia, Bandung, 2009, hlm 207
[4] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm 30
[5] Ibid, hlm 31-32
[6] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm 33-34
[7] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm 35-36
[8] Agus Solahudin, Ulumul Hadis, Pustaka Setia, Bandung, 2009, hlm 219-220
[9] Agus Solahudin, Ulumul Hadis, Pustaka Setia, Bandung, 2009, hlm 220-221
[10] Ibid, hlm 221
[11] M. Noor. Sulaiman,  Antologi Ilmu Hadits, Gaung Persada Press, Jakarta, hlm 206-211
[12] http://peperonity.com/go/sites/mview/ingkarsunnah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar